FENOMENA
BULLYING PADA REMAJA
DIAN
ERIYANY (12513362)
2PA08
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
GUNADARMA 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam beberapa tahun
terakhir, fenomena bullying mulai
mendapat perhatian peneliti,pendidik, organisasi perlindungan, dan tokoh
masyarakat.Pelopornya adalah Professor Dan Olweus dari University of Bergen
yang sejak tahun 1970-an di Skandinavia mulai memikirkan secara serius tentang
fenomena bullying di sekolah.Dalam
Bahasa Indonesia, secara harfiah kata bully
berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Istilah bullying dalam Bahasa Indonesia adalah
“Menyakat” (berasal dari kata sakat) dan pelakunya (bully) disebut penyakat.
Contoh perilaku bullying antara lain mengejek,
menyebarkan rumor, menghasut,mengucilkan, menakut-nakuti (intimidasi),
mengancam, menindas, memalak, atau menyerang secara fisik (mendorong, menampar,
atau memukul).Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa perilaku bullying
tersebut merupakan hal sepele atau bahkan “normal” dalam tahap kehidupan
manusia atau dalam kehidupan sehari-hari.Faktanya, perilaku bullying merupakan
“learned behaviors” karena manusia tidak terlahir sebagai penggertak dan
pengganggu yang lemah. Bullying
merupakan perilaku tidak “normal”, tidak sehat dan secara sosial tidak bisa
diterima.Hal yang sepele pun kalau dilakukan secara berulang kali pada akhirnya
dapat menimbulkan dampak serius dan fatal.Dengan membiarkan atau menerima
perilaku bullying, kita memberikan “bulliespower” kepada pelaku bullying, menciptakan interaksi sosial
tidak sehat dan meningkatkan budaya kekerasan.Interaksi sosial yang tidak sehat
dapat menghambat pengembangan potensi diri secara optimal sehingga memandulkan budaya
unggul.
Selain itu perilaku Bullying sangat dipengaruhi oleh moral, dimana banyak sekali faktor yang
dapat mempengaruhi individu menjadi pelaku
bullying ataupun Korban dari
praktik Bullying tersebut. Dan tanpa
disadari banyak sekali bentuk bentuk Bullying
yang terjadi di kalangan remaja, bahkan mungkin korban bullying tidak menyadri bahwa dirinya telah menjadi korban, begitu
pun si pelaku tidak menyadri bahwa dirinya telah melakukan bullying pada temannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Bullying
1.
Pengertian
Bullying
Bullying
adalah istilah dalam bahasa Inggris, yang baru marak belakangan ini, karena
dampaknya luar biasa banyak anak remaja bunuh diri karenanya. Dampak terkecil
adalah malas sekolah, prestasi akademik menurun dan menjadikan anak rendah diri
dan uring-uringan.
Menurut pakar bullying yang tergabung dalam asosiasi
perkumpulan stop bullying di Australia, “bullying is someone hurts
and deliberately to another person more than once.” Maksudnya bullying
adalah: suatu tindakan menyakiti dari seseorang kepada orang lain dengan
sengaja, yang dilakukan lebih dari sekali.
Berbeda dengan tindakan agresif lain yang melibatkan
serangan yang dilakukan hanya dalam satu kali kesempatan dan dalam waktu
pendek. Bullying biasanya terjadi secara berkelanjutan dalam jangka
waktu yang cukup lama, sehingga korbannya terus menerus berada dalam keadaan
cemas dan terintimidasi.
Hal yang penting disini bukan sekedar tindakan yang
dilakukan, tetapi apa dampak tindakan tersebut terhadap korbannya. Menurut
Sullivan (2000, h.14 dalam Widiharto, h.6) bullying juga harus dibedakan
dari tindakan atau perilaku agresif lainnya. Perbedaannya adalah tidak bisa
dikatakan bullying jika seseorang menggoda orang lain secara bercanda,
perkelahian yang terjadi hanya sekali dan perbuatan kasar atau perkelahian yang
tidak bertujuan untuk menyebabkan kehancuran atau kerusakan baik secara
material maupun mental. Selain itu tidak bisa dikatakan bullying jika
termasuk perbuatan kriminal seperti penyerangan dengan senjata tajam, kekerasan
fisik, perbuatan serius umtuk menyakiti atau membunuh, pencurian serius dan pelecehan
seksual yang dilakukan hanya sekali.
Berdasarkan beberapa pengertian bullying di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu tindakan
negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan tersebut sengaja
dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan membuat seseorang merasa tidak
nyaman.
Bullying
ini sendiri banyak terjadi di sekolah-sekolah, sekolah umum maupun swasta,
bahkan di pesantren sekalipun. Dan bila pada tatanan nilai masyarakat yang
agresif seperti di negara barat, maka akan timbul kasus bullying yang
cukup parah dari pembunuhan sampai pada kasus cedera. Biasanya di sekolah
pertama-tama dilakukan oleh kakak senior kepada adik kelasnya yang dinamakan
ospek. Setelah kegiatan ospek usai, maka praktek bullying terjadi juga
pada keseharian anak di kelas, dimana anak-anak yang merasa badannya lebih
besar, lebih punya power mem-bully anak yang tampaknya lebih
lemah.
Praktek bullying
sendiri dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
a)
Bullying secara fisik: tindakan menikam,
memalak, mencubit, memukul, meludah, menarik leher kerah baju, mendorong, yang
semuanya dilakukan dengan sengaja (deliberately).
b)
Bullying secara verbal: mengolok olok,
menertawakan, memanggil nama orangtua, mencemooh, menghina bahkan memfitnah,
dan lagi-lagi dilakukan dengan sengaja.
c)
Bullying secara psikologis: mendiamkan,
mengucilkan, tidak diajak dalam kegiatan apapun, dibiarkan sendirian.
Semua
praktek bullying, tentu saja sangat menyakitkan bagi seorang anak maupun
remaja, karena masa mereka adalah masa berkawan, dan di-bully merupakan
hal yang paling dibenci oleh seluruh anak dan remaja diseluruh dunia, dan hal
ini harus dicegah, oleh berbagai pihak.
2.
Karakteristik
Bullying
Menurut Ribgy
(2002, dalam Astuti 2008) tindakan bullying mempunyai tiga karakteristik
terintegrasi, yaitu:
2.1. Adanya perilaku agresi yang menyenangkan
pelaku untuk menyakiti korban.
Bullying
adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan kedalam
aksi,
menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang
atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan
dilakukan dengan perasaan senang (Astuti, 2008).
menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang
atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan
dilakukan dengan perasaan senang (Astuti, 2008).
2.2. Tindakan
dilakukan secara tidak seimbang sehingga korban merasa tertekan.
Bullying juga melibatkan kekuatan dan
kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga
korbannya berada dalam keadaan tidak mampu
mempertahankan diri secara efektif untuk
melawan tindakan negatif yang diterima
korban (Krahe, 2005).
2.3. Perilaku ini dilakukan secara terus menerus dan juga
berulang-ulang.
Bullying
merupakan
perilaku agresif tipe proaktif yang didalamnya terdapat aspek
kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, adanya
ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan,
maupun status sosial,serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak
kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, adanya
ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan,
maupun status sosial,serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak
terhadap anak lain (Black dan Jackson 2007,
dalam Margaretha 2010).
Ciri
pelaku bullying antara lain (Astuti, 2008) :
a) Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa
disekolah
b)
Menempatkan diri
ditempat tertentu di sekolah / sekitarnya
c)
Merupakan tokoh
populer di sekolah
d) Gerak - geriknya
seringkali dapat ditandai : sering berjalan didepan, sengaja menabrak,berkata
kasar, menyepelekan / melecehkan.
Pelaku bullying dapat diartikan sesuai
dengan pengertian bullying yaitu bahwa pelaku memiliki kekuasaan yang
lebih tinggi sehingga pelaku dapat mengatur orang lain yang dianggap lebih
rendah. Korban yang sudah merasa menjadi bagian dari kelompok dan
ketidakseimbangan pengaruh atau kekuatan lain akan mempengaruhi intensitas
perilaku bullying ini. Semakin subjek yang menjadi korban tidak bisa
menghindar atau melawan, semakin sering perilaku bullying terjadi.
Selain itu, perilaku bullying dapat juga dilakukan oleh teman sekelas
baik yang dilakukan perseorangan maupun oleh kelompok (Wiyani, 2012).
Ciri
korban bullying antara lain (Susanto, 2010) :
a) Secara akademis, korban terlihat lebih tidak cerdas dari
orang yang tidak menjadi korban atau sebaliknya.
b)
Secara sosial,
korban terlihat lebih memiliki hubungan yang erat dengan orang tua mereka.
c)
Secara mental atau
perasaan, korban melihat diri mereka sendiri sebagai orang yang bodoh dan tidak
berharga. Kepercayaan diri mereka rendah, dan tingkat kecemasan sosial mereka tinggi.
d)
Secara fisik,
korban adalah orang yang lemah, korban laki-laki lebih sering mendapat
siksaan secara langsung, misalnya bullying fisik. Dibandingkan korban laki-laki,
korban perempuan lebih sering mendapat siksaan secara tidak langsung misalnya melalui kata-kata atau bullying verbal.
siksaan secara langsung, misalnya bullying fisik. Dibandingkan korban laki-laki,
korban perempuan lebih sering mendapat siksaan secara tidak langsung misalnya melalui kata-kata atau bullying verbal.
e) Secara antar perorangan, walaupun korban sangat
menginginkan penerimaan secara sosial, mereka jarang sekali untuk memulai
kegiatan-kegiatan yang menjurus ke arah sosial. Anak korban bullying kurang
diperhatikan oleh pembina, karena korban tidak bersikap aktif dalam sebuah
aktifitas.
3.
Jenis
– jenis Bullying
Ada beberapa jenis bullying menurut
SEJIWA (2008) :
3.1. Bullying fisik
Jenis
bullying yang terlihat oleh mata, siapapun dapat melihatnya karena
terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh -
contoh bullying fisik antara lain : memukul, menarik baju, menjewer,
menjambak, menendang, menyenggol dengan bahu, menghukum dengan membersihkan WC,
menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar
dengan barang, menghukum dengan berlari lapangan, menghukum dengan cara push
up.
Bullying fisik
3.2. Bullying verbal
Jenis
bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa terungkap
indrapendengaran kita. Contoh - contoh bullying verbal antara lain :
membentak,
meledek, mencela, memaki - maki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan
didepan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah.
3.3. Bullying mental atau
psikologis
Jenis
bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata atau
telinga kita apabila tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini
terjadi diam - diam dan diluar jangkauan pemantauan kita. Contoh - contohnya:
mencibir, mengucilkan, memandang sinis,memelototi, memandang penuh ancaman,
mempermalukan di depan umum, mendiamkan, meneror lewat pesan pendek, telepon
genggem atau email, memandang yang merendahkan.
4.
Tipe – tipe Bullying
Menurut
Bauman (2008), tipe-tipe bullying adalah sebagai berikut :
4.1. Overt bullying, meliputi bullying secara
fisik dan secara verbal, misalnya dengan
mendorong hingga jatuh, memukul, mendorong dengan kasar, memberi julukan nama,
mengancam dan mengejek dengan tujuan untuk menyakiti.
mendorong hingga jatuh, memukul, mendorong dengan kasar, memberi julukan nama,
mengancam dan mengejek dengan tujuan untuk menyakiti.
4.2. Indirect
bullying meliputi agresi relasional, dimana bahaya yang ditimbulkan oleh
pelaku
bullying dengan cara menghancurkan hubungan - hubungan yang dimiliki oleh korban,
termasuk upaya pengucilan, menyebarkan gosip, dan meminta pujian atau suatu tindakan
tertentu dari kompensasi persahabatan. Bullying dengan cara tidak langsung sering
dianggap tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan dengan bullying secara fisik,
dimaknakan sebagai cara bergurau antar teman saja. Padahal relational bullying lebih
bullying dengan cara menghancurkan hubungan - hubungan yang dimiliki oleh korban,
termasuk upaya pengucilan, menyebarkan gosip, dan meminta pujian atau suatu tindakan
tertentu dari kompensasi persahabatan. Bullying dengan cara tidak langsung sering
dianggap tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan dengan bullying secara fisik,
dimaknakan sebagai cara bergurau antar teman saja. Padahal relational bullying lebih
kuat terkait dengan distress emosional
daripada bullying secara fisik. Bullying secara fisik
akan semakin berkurang ketika siswa menjadi lebih dewasa tetapi bullying yang sifatnya
merusak hubungan akan terus terjadi hingga usia dewasa.
akan semakin berkurang ketika siswa menjadi lebih dewasa tetapi bullying yang sifatnya
merusak hubungan akan terus terjadi hingga usia dewasa.
4.3. Cyberbullying,
seiring dengan perkembangan di bidang teknologi, siswa memiliki media
baru untuk melakukan bullying, yaitu melalui sms, telepon maupun internet. Cyberbullying
melibatkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, seperti e-mail,
baru untuk melakukan bullying, yaitu melalui sms, telepon maupun internet. Cyberbullying
melibatkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, seperti e-mail,
telepon seluler dan peger, sms, website
pribadi yang menghancurkan reputasi seseorang,
survei di website pribadi yang merusak reputasi orang lain, yang dimaksudkan adalah
untuk mendukung perilaku menyerang seseorang atau sekelompok orang, yang ditujukan untuk
menyakiti orang lain, secara berulang – ulang kali.
survei di website pribadi yang merusak reputasi orang lain, yang dimaksudkan adalah
untuk mendukung perilaku menyerang seseorang atau sekelompok orang, yang ditujukan untuk
menyakiti orang lain, secara berulang – ulang kali.
Cyberbullying
5.
Hubungan
antara pemahaman moral remaja dengan perilaku bullying
Pemahaman moral menekankan pada suatu perbuatan yang dapat
dinilai baik atau buruk. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiningsih (2004, h.25
dalam Widiharto, h.10) yang menyatakan bahwa pemahaman moral menekankan pada
alasan mengapa suatu tindakan dilakukan daripada sekedar arti suatu tindakan
sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut baik atau buruk. Pemahaman
moral bukan tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana
seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Berlandaskan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa
anak dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan dahulu perbuatan yang
akan dilakukan. Pemikiran tersebut menyatakan apakah perbuatanannya nanti
merupakan perbuatan yang dikatakan bernilai baik atau buruk, adanya pemahaman
moral anak tersebut dapat mengakibatkan anak memiliki kemampuan untuk menilai
tindakan bullying yang menyakiti orang lain sehingga perbuatan yang
buruk yang sebenarnya tidak boleh dilakukan sehingga anak dengan pemahaman
moral yang tinggi tidak melakukan perilaku bullying.
Anak yang kurang memiliki pemahaman moral, tidak memikirkan
setiap tindakannya apakah mengandung nilai-nilai yang baik atau buruk. Anak
tersebut tidak mau tahu apakah perbuatannya akan melukai temannya atau tidak,
akibatnya anak tersebut memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku bullying.
B.Teori Terkait dan Analisis Kasus
1.Teori Terkait
a.Teori kognitif
Kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang(ovent
behaviour). Pengetahuan yang tercakup didalam domain kognitif mempunyai 6
tingkat. Salah satu dari ke enam domain tersebut adalah tahu (know).
Proses perilaku dalam tahapan tahu (know) menurut Rogers (1974) yang dikutip
dalam Notoatmodjo
(2007), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku baru didalam diri seseorang
terjadi proses yang berurutan yakni :
1)
Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut manyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
stimulus (objek) terlebih dahulu.
2)
Interest, yakni seseorang mulai tertarik kepada stimulus.
3)
Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya),
hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4)
Trial, orang
telah mulai mencoba perilaku baru.
5)
Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus.
Teori ini adalah proses dari pengadopsian perilaku Bullying pada remaja.
b. Teori The
Looking Glass Self
Teori dari Charles Horton Coleey
ini menggariskan bahwa terkadang dalam
pembentukan persepsi mengenai diri sendiri itu merupakan hasil pencerminan terhadap pandangan masyarakat mengenai dirinya, misalnya kriteria orang pandang berdasarkan standardisasi dunia pendidikan. Pandangan masyarakat atau pihak lain terkadang lebih menentukan pandangan mengenai diri sendiri. Hubungannya dengan Bullying adalah ;
Karena terkadang bullying ini muncul sebagai dampak dari penilaian masyarakat mengenai dirinya. saat pandangan ideal dari masyarakat ini kemudian bertentangan dengan realitas kehidupan diri sendiri. dan bullying ini muncul sebagai bentuk personal defense.
pembentukan persepsi mengenai diri sendiri itu merupakan hasil pencerminan terhadap pandangan masyarakat mengenai dirinya, misalnya kriteria orang pandang berdasarkan standardisasi dunia pendidikan. Pandangan masyarakat atau pihak lain terkadang lebih menentukan pandangan mengenai diri sendiri. Hubungannya dengan Bullying adalah ;
Karena terkadang bullying ini muncul sebagai dampak dari penilaian masyarakat mengenai dirinya. saat pandangan ideal dari masyarakat ini kemudian bertentangan dengan realitas kehidupan diri sendiri. dan bullying ini muncul sebagai bentuk personal defense.
c. Teori Sigmund Freud dan Psikologi
Sosial (Aggressive Behavior)
Dalam dunia psikologi, personal defense merupakan bentuk
mekanisme dari ego, dan ego ini melengkapi super ego dan id. Id, Ego,dan
super Ego adalah konsep yang muncul dari analisa Freud, seorang pakar psikologi
terkemuka.
1)
Secara garis besar, id adalah semua
dorongan hidup yang mendasari aktivitas manusia..id adalah keinginan naluriah
manusia untuk bertahan hidup atau untuk mengakhiri kehidupanya sendiri.
2)
Super Ego adalah keseluruhan
tatanan nilai yang berkembang dalam masyarakat. Super ego ini memuat standardisasi
baik dan buruk suatu tindakan.
3)
Ego adalah keinginan yang
menengahi antara id dan realitas. Ego merepresentasikan common values,
adjustment, logic, dan lain-lain yang berpengaruh terhadap aktivitas
manusia. Ego ini berupaya menjaga keseimbangan antara super ego dan id.
Faktor sosial yang mempempengaruhi Agresi adalah ;
1)
Frustasi
Frustasi dapat menimbulkan agresi jika penyebab frustasi dianggap tidak
sah atau tidak dibenarkan.
2)
Provokasi
Provokasi verbal atau fisik adalah salah satu sebab utama agresi.
Manusia
cendrung untuk membalas dengan derajat agresi yang sama atau sedikit lebih tinggi dari yang diterimanya (balas dendam).
cendrung untuk membalas dengan derajat agresi yang sama atau sedikit lebih tinggi dari yang diterimanya (balas dendam).
3)
Rangsangan memuncak
Rangsangan yang muncul dari satu situasi dapat bertahan dan justru
memperkuat reaksi emosional yang muncul pada situasi lain setelahnya
(Excitation Transfer Theory, 1983,1988).
4)
Pengaruh
Media
Kekerasan di media (televisi, film, video games) dapat meningkatkan
agresi.
Hubungannya dengan Bullying
adalah ;
Saat dunia nyata telah
merepresif individu dan mekanisme pertahanan itu berwujud dalam bentuk
bullying. Secara umum, pelaku bullying
adalah individu yang mengalami rasa frustasi terhadap kondisi yang nyata. entah dikecewakan oleh
orang lain atau mengalami kekerasan atau melihat kondisi keluarganya tidak
harmonis maka id mengarahkan dirinya untuk bertindak bullying.
Bullying ini muncul mulai dari bentuk kata-kata hingga tindakan
fisik yang mengarah pada bullying. Bullying juga mencerminkan proses
pelampiasan diri terhadap kenyataan yang ada dengan mengalihkannya pada
individu lain. Bullying juga berkaitan erat dengan ketidakmampuan individu
untuk mengatasi permasalahan besar dalam hidupnya. Bullying selain itu juga
menunjukkan keinginan untuk membalas dendam pada pihak-pihak yang menyakitinya
namun tidak dapat mewujudkannya kecuali dengan melampiaskan pada orang yang
lemah.
2.Analisis Kasus
a.Contoh Kasus Bullying
“ Hanya gara-gara tidak memakai singlet (kaos dalam), siswi kelas
1 SMA 70 Bulungan, V diintimidasi oleh 3 seniornya yang duduk di bangku kelas 3
SMA. Bahkan, V sempat mendapat kekerasan dari seniornya itu.
“Kejadiannya
Rabu kemarin sekitar pukul 12.30 WIB, pas saya ke kantin,” kata V, Jumat
(2/4/2010).
Saat
itu, V dan dua temannya menuju ke kantin untuk makan siang. Tiba-tiba, 3
seniornya berinisial E, D, A yang merupakan anggota cheers dance sekolah
menghampiri V yang berada di pojokan kantin sekolah tersebut. Salah seorang
senior berinisial E kemudian menghardiknya dengan ketus.
“Eh,
kenapa kamu nggak pake singlet? Bra kamu kelihatan tuh,” kata V menirukan
ucapan salah satu seniornya. V kemudian mencoba menjelaskan alasannya kenapa
tidak memakai singlet ke seniornya. “Aku nggak pakai singlet karena masih
basah, baru dicuci. Dan Bra aku pun warnanya tidak mencolok,” katanya.
Aturan
memakai singlet sendiri, kata V, tidak dikeluarkan oleh pihak sekolah. Aturan
itu ditetapkan oleh senior saat juniornya menjalani Masa Orientasi Sekolah
(MOS) hingga berlanjut ke kelas dua. Semasa MOS, para senior SMA 70 memang
menerapkan aturan bagi junior-juniornya. Diantaranya rambut tidak boleh di
gerai, baju dan rok harus longgar, tas harus ransel dan sepatu harus berjenis
kets.
“Pokoknya
kita-kita yang masih kelas 1 terlihat jelek-jeleklah,” imbuhnya. Tidak puas
dengan jawaban V, E kemudian menyuruh Vhia untuk menunduk. Tidak sampai di
situ, kepala bagian belakang Vhia dipukul dengan telapak tangan E sambil terus
memarahi V. E kemudian mencubit bahu V.
“Terus
saya disuruh nggak boleh pakai Bra atau pun singlet selama satu tahun,”
urainya. Bahkan, lengan kanan atas Vhia dicengkeram dengan kuat hingga lebam. E
kemudian menyuruh V jongkok.
“Terus
pas jongkok, perut saya ditendang sama D. Saya lalu nangis,” katanya. Malah, E
sempat mau melempar V dengan gelas. “Tapi dicegah sama Kak Mirza,” ucapnya.
Karena takut, V dan teman-temannya tidak bisa berbuat apa-apa. Beruntung,
selang beberapa menit kemudian seorang guru, Irma lewat di depan mereka.
“Bu
Irma melihat saya menangis. Dia juga sempat tanya kenapa saya menangis. Lalu
dijawab sama mereka, nggak kok bu, nggak ada apa-apa, cuma lagi ngobrol,” bebernya.
Setelah Bu Irma pergi, V bergegas pergi meninggalkan senior-seniornya itu.
“Lalu saya melapor ke Pak Amril, bagian Tata Usaha (TU),” ucapnya.
Hingga
jam pelajaran usai, V tidak berani kembali ke kelasnya. V memilih berdiam di
ruang TU saking takut bertemu lagi dengan seniornya yang jahat itu.”Tas saya
pun diambilin ke atas (kelas) sama Pak Amril,” ucap atlet nasional Polo Air
ini.
Sementara
itu, Ibunda V, Rima tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. “Saya saja
yang menghidupinya tidak pernah saya pukulin,” kata Rima.
Dalam
laporan resmi bernomor TBL/1093/IV/2010/PMJ/Dit Reskrimum, V melaporkan
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh D, E, A. Ketiga terlapor dituntut dengan
Pasal 80 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Saya
menuntut agar pihak sekolah mengeluarkan mereka biar tidak terjadi lagi hal-hal
seperti ini,” katanya.
Bahkan,
V kini hampir trauma dan tidak mau pergi ke sekolahnya karena takut. “Anak saya
takut diculik sama mereka kalau pas pulang sekolah,” tandasnya.
(Dhaniels, 2010)
b. Analisis kasus
Dari kasus di atas, dapat dilihat bahwa bullying dilakukan oleh senior korban, yang kemungkinan mereka
mengadopsi perilaku bullying dari
seniornya terdahulu atau dari pengaruh media, bisa juga karna frustasi ini
sesuai dengan teori kognitif dan Aggresive Behavior . Lalu perilaku bullying ini juga dapat muncul sebagai
dampak dari penilaian masyarakat mengenai dirinya, V sempat berimbuh bahwa
senior seringkali menganggap bahwa junior selalu terlihat jelek (dibaca ;
salah) pandangan itulah yang membuat V juga tidak berani protes terlalu jauh
begitu pula dengan pelaku dan teman V, ini sesuai dengan teori The Looking Glass Self . terlihat jelas pula pelaku begitu
mengedepankan id dari pada ego ( Teori
Sigmund Freud)
Niat baik tapi tidak diiringi dengan cara yang baik akan
berdampak pada hasil yang tidak baik. Tindakan yang dilakukan untuk
mengingatkan adik tingkatnya agar tidak memakai baju yang ketat sehingga
terlihat dalaman, seharusnya tidak sampai melukai fisik. Aturan-aturan yang
sebenarnya tidak menjadi peraturan sekolahpun harus ditaati oleh para juniornya.
Sangat disayangkan memang atas kejadian tersebut, terlebih hukuman yang
diberikan senior kepada juniornya tersebut sangat tidak masuk akal dan dianggap
keterlaluan karena hal itu berhubungan dengan kohormatan wanita yang sepatutnya
ditutupi dan di jaga.
Penyebab terjadinya bullying bisa bermacam-macam,
bisa karena inisiatif dari pelaku maupun situasi lingkungan yang kebetulan
mendukung terjadinya bullying. Secara umum semua anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dimana orangtua dan lingkungan
menjadi faktor utama dalam pembentukan kepribadian dan pemahaman moral anak.
Banyak hal yang diajarkan terutama dalam interaksi dengan teman sebaya, seperti
apakah ia mampu mendominasi atau mempengaruhi teman-temannya.
Jika hal tersebut dikombinasi dengan faktor-faktor seperti
masalah keluarga, pola asuh, penanaman nilai dari keluarga, prestasi akademik
yang tidak memuaskan, serta peraturan sekolah yang masih longgar, maka bullying
di sekolah kemudian bisa semakin menjadi-jadi karena ditunjang juga oleh emosi
yang belum matang.
Anak bisa menjadi pelaku bullying diantaranya karena:
kemampuan adaptasi yang buruk, pemenuhan eksistensi diri yang kurang (biasanya
pelaku bullying nilainya kurang baik), harga diri yang rendah, adanya
pemenuhan kebutuhan yang tidak terpuaskan di aspek lain dalam kehidupannya,
hubungan keluarga yang kurang harmonis, bahkan bisa jadi si pelaku ini juga
merupakan korban bullying sebelumnya atau di tempat lain.
Secara umum, tingkah laku bullying ini berawal dari
masalah yang dialami oleh pelaku. Kemampuan pemecahan masalah yang kurang bisa
membuat anak mencari jalan keluar yang salah, termasuk dalam bentuk bullying
ini. Contoh, anak yang sering ditindas kakaknya di rumah, kemudian mencari
pelampiasan dengan menindas anak lain di sekolahnya.
Dalam penerapan sanksi, baiknya ada tahapan-tahapannya
walaupun memang diperlukan ketegasan dalam sanksi. Akan tetapi, tahapan pertama
yang seharusnya dilakukan adalah bahwa pelaku harus diajak untuk menyelami apa
yang kira-kira dirasakan oleh korbannya. Tentunya pembicaraan ini baru
bisa dilakukan kalau pelaku juga sudah tenang dan tidak dalam keadaan emosi.
Selain diisi dengan pembicaraan mengenai apa yang ia lakukan terhadap
korbannya, penting untuk menggali juga penyebab dari perilaku tersebut dan
dapat diketahui faktor apakah yang berpengaruh terhadap kurangnya pemahaman
moral.
Jika pelaku bullying lebih dari satu orang atau
berkelompok, maka mereka harus diajak bicara secara perorangan pada awalnya.
Tahap selanjutnya mengenai sanksi, memang harus diberikan pada pelaku.
Sanksinya harus berasal dari refleksi diri mereka sendiri mengenai perasaan
korbannya dan bagaimana menebus kesalahan yang telah dilakukannya. Pada
akhirnya jika pelaku sudah bisa memahami perasaan korbannya, ia harus berjanji
untuk tidak mengulangnya. Berbagai pihak juga memiliki tanggungjawab untuk
memantau para pelaku, terutama keluarga dan pihak sekolah, agar ketika
melakukan kesalahan lagi tidak dibiarkan, tapi langsung diingatkan. Misalnya
jika korban diejek-ejek “gendut,” maka pelaku harus bisa menyampaikan maaf dan
menyampaikan sisi positif yang dia lihat dari korban. Jadi kata-kata ejekan
pada korban sudah tidak boleh diucapkan lagi, diganti dengan ucapan yang baik.
Dampak dari perilaku bullying ini memang berbeda-beda,
akan tetapi yang pasti sangat merugikan korban bahkan dalam kasus ini berdampak
ketakutan sehingga tidak mau sekolah. Dalam beberapa kasus bahkan ada yang
sampai bunuh diri.
Tindakan yang dilakukan berupa baik atau buruk itu merupakan
bentuk dari moral. Dalam perkembangan moral, peranan orangtua sangat penting,
oleh karena itu orang tua harus konsisten dalam mendidik anaknya, bersikap
terbuka serta dialogis, tidak otoriter atau memaksakan kehendak. Perkembangan
moral pada remaja menurut teori Kohlberg menempati tingkat III: pasca
konvensional stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara
remaja dengan lingkungan sosial. Ada hubungan timbal balik antara dirinya
dengan lingkungan sosial dan masyarakat. Pada tahap ini remaja lebih mengenal
tentang nilai-nilai moral, kejujuran, keadilan kesopanan dan kedisiplinan. Oleh
karena itu moral remaja harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial. Karena
dengan moral, remaja bisa memikirkan sesuatu yang akan dilakukan, apakah
termasuk pada hal yang baik atau buruh. Jika baik mereka faham bahwa menyakiti
oranglain itu adalah tindakan yang buruk, maka dia tidak akan pernah melakukan
tindakan bullying.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bullying adalah suatu tindakan negatif yang
dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan
dengan tujuan untuk melukai dan memnuat seseorang merasa tidak nyaman.
Pemahaman
moral adalah pemahaman individu yang menekankan pada alasan mengapa suatu
tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa
sesuatu adalah baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik
atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan
bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Peserta
didik dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan dahulu perbuatan yang
akan dilakukan sehingga tidak akan melakukan menyakiti atau melakukan bullying
kepada temannya.
Selain
itu, keberhasilan remaja dalam proses pembentukan kepribadian yang wajar dan
pembentukan kematangan diri membuat mereka mampu menghadapi berbagai tantangan
dan dalam kehidupannya saat ini dan juga di masa mendatang. Untuk itu mereka
seyogyanya mendapatkan asuhan dan pendidikan yang menunjang untuk
perkembangannya.
B.
Saran
Remaja perlu memahami, bahwa pelaku bullying
(bully) biasanya ingin melihat targetnya menjadi emosi. jadi Sangat penting
untuk bersikap tetap tenang dan jangan membuat bully senang karena bisa membuat
korbannya marah. Hindari pelaku bullying. Jika tahu siapa yang tidak menyukai
kamu, jauhi mereka,Pergilah ke sekolah lebih dulu atau ambil jalan lain ke
sekolah dan jangan sendirian.Jangan melawan atau marah sehingga membuat situasi
menjadi semakin lebih buruk.
Tidak
sedikit banyak pihak seperti orang tua , guru apalagi pemerintah yang tidak
peka dengan tindakan bullying yang menimpa anak-anak mereka. Sehingga terlambat
menyadari bahwa anak mereka telah menjadi korban atau pelaku bullying. perlu
diketahui tentang bullying ;
1.Hampir tidak ada
tempat yang benar benar aman untuk anak, ini di tunjukan agar
Orang tua dan guru selalu Aware, peka, dan waspada.
Orang tua dan guru selalu Aware, peka, dan waspada.
2. Sebagian pelaku bullying
dulunya adalah korban. Balas dendam itu mungkin motif
utamnya sebagai pelaku. Ketika menjadi junior mereka habis-habisan di bully oleh
kakak kelas, maka setelah menjadi kakak kelas mereka melakukan hal serupa,inilah
yang menjadi rentetan kekerasan di dunia anak. Perlu penangan yang tepat.
utamnya sebagai pelaku. Ketika menjadi junior mereka habis-habisan di bully oleh
kakak kelas, maka setelah menjadi kakak kelas mereka melakukan hal serupa,inilah
yang menjadi rentetan kekerasan di dunia anak. Perlu penangan yang tepat.
3. perilaku Bullying dapat terjadi terhadap saudara kandung.
4. pelaku dan korban bullying umumnya berbohong
5.korban membutuhkan support
, pelaku membutuhkan pengertian bahwa apa yang ia
lakukan adalah salah.
lakukan adalah salah.
DAFTAR PUSTAKA
Dhaniels.
2010. Para pelaku kasus bullying SMA 70 “cakep-cakep”. Available at: http://www.dhaniels.com/2010/04/para-pelaku-kasus-bullying-sma-70-cakep.html
Koebler,
Jason. 2011. Bullying dan Peserta didik. Available at: http://www.usnews.com/education/blogs/high-school-notes/
Monks,
F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S.R. 2004. Psikologi Perkembangan: pengantar
dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ramdan,
Dadan Muhammad. 2008. Inilah Catatan Kasus Kekerasan di Sekolah.
Available at:http://okezone.com/Bullying/inilah-catatan-kasus-kekerasan-di-sekolah.htm
Widiharto,
Chrishtoporus Argo, dkk. Perilaku bullying ditinjau dari harga diri dan
pemahaman moral anak. Available at: 21-perilaku-bullying-ditinjau-dari-harga-diri-dan-pemahaman-moral-anak-chrishtoporus-argo-mpsi.pdf
Yuyun.
2011. Masalah Kesehatan Mental Remaja di Era Globalisasi. Available at:http://blogs.unpad.ac.id/yuyun71/Bullying/KesehatanMental_blognyayuyun.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar