Selasa, 12 Januari 2016

Tugas Softskill Psikologi Manajemen ; REVIEW JURNAL TENTANG KEPUASAN KERJA

Nama : Dian Eriyany (12513362)
Kelas  : 3PA08

KELOMPOK ABU ABU
JUDUL JURNAL         : Implikasi Iklim Organisasi terhadap kepuasan Kerja dan Kualitas Kehidupan     Kerja Karyawan  
NAMA JURNAL         : Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro
NO JURNAL               : 1
VOLUME JURNAL     : 3
TAHUN JURNAL       : 2006, Juni

Iklim organisasi adalah cara untuk mengukur budaya organisasi, yang  dilakukan dengan cara anggota organisasi mempersepsi kondisi yang dirasakannya, Namun persepsi individu terhadap sesuatu dapat saja berubah tergantung pada siapa, bagaimana dan kapan mempersepsinya. Iklim organisasi tidak terjadi dengan sendirinya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi.
Menurut Steers (1990) terdiri dari kebijakan organisasi yang mana semakin besar otonomi dan kebebasan mengambil tindakan sendiri oleh pegawainya akan semakin baik iklim kerjanya begitu juga sebaliknya, karena iklim organisasi yang baik ditunjukkan dengan adanya sikap keterbukaan, penuh kepercayaan dan tanggungjawab. Selain itu teknologi yang digunakan dalam organisasi juga mempengaruhi. Faktor yang lain adalah lingkungan luar organisasi yang secara langsung berkaitan khusus dengan pegawai misalnya saja krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang mengharuskan perusahaan mem-PHK  karyawannya. Terakhir yakni kebijakan dan praktek manajemen yang dilakukan organisasi. Sedangkan menurut Mondy faktor yang mempengaruhi iklim organisasi terdiri dari kelompok kerja, pengawasan manager, karakteristik organisasi, dan proses administrasi. Dalam tulisannya Robbins juga menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi terdiri dari individual initiatve, risk tolerance, integration, managemen support, control, identity, reward, conflict tolerance, dan communication patterrus.
Kepuasan kerja merupakan sikap yang ada melalui penilaian terhadap situasi ditempat kerja. Bagi mereka yang menganggap bekerja itu menyenangkan dan selalu berfikiran positif, maka dengan sendirinya akan tercipta rasa nyaman dan nikmat dalam bekerja. Perasaan-perasaan yang seperti itu yang akhirnya menimbulkan perasaan puas dalam bekerja dan pada akhirnya menghasilkan kualitas kehidupan kerja yang baik. Sebaliknya, bagi mereka yang menganggap bekerja itu membosankan, banyak tugas dan lain sebagainya yang selalu berfikiran negative maka, rasa bosan itu sendiri akan muncul ketika bekerja, menurunnya gairah untuk bekerja. Jika sudah demikian, yang terjadi adalah produktifitas kerja akan menurun dan akhirnya kualitas kehidupan kerja yang baik tidak bisa tercapai dengan sempurna. Tetapi cara mengukur kepuasan kerja tersebut tergantung kepada siapa dan kapan hal tersebut dilakukan. Kualitas kehidupam kerja karyawan (QWL), merupakan suatu hal yang merujuk pada tingkat individu dapat memenuhi kebutuhan diri yang terpenting ketika bekerja di perusahaan (Bernadine & Russel 1998).
Faktor negatif dari kualitas kehidupan kerja adalah kehilangan semangat kerja dan tingkat kebosanan (Jewell & Siegell, 1990). Kehilangan semangat kerja merupakan masalah yang berkembang dalam dunia bisnis di manapun. Menurut Smith (1953) salah satu ciri kebosanan adalah melamun ditempat kerja, namun menurut Geiwith (1966) faktor yang terkait dengan kebosanan adalah pembatasan, ketidaknyamanan, tugas kerja rutin, dan lingkungan kerja. Umstot (1990) memaknai kehilangan semangat kerja merupakan suatu kondisi mental, emosional dan kelelahan fisik yang dihasilkan dari bekerja dengan orang dan organisasi yang komplek melebihi rentang waktu yang ada. Lebih anjut di ungkap Umstot bahwa kehilangan semangat kerja ini terjadi karena tekanan kronis setiap hari dibanding satu kejadian kritis tertentu. Kelelahan dapat terjadi pada setiap jenis pekerjaan dan biasanya terjadi pada profesi utama.
            Menurut Umstot ada lima kriteria yang bisa dijadikan acuan baik tidaknya QWL yakni ;
(1) kepuasan dan keadilan kompensasi yang mana akan mempengaruhi kualitas kehidupan kerja dan kualitas hidup,
 (2) peluang untuk menggunakan dan mengembangkan potensi karyawan, karena pada dasarnya setiap karyawan menginginkan untuk dapat menggunakan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki serta mempelajari hal-hal baru,
 (3) integrasi sosial ditempat kerja, hubungan interpersonal dan hubungan kelompok sangatlah penting, karyawan membutuhkan rasa memiliki untuk memenuhi kebutuhan social mereka.
(4) konstitualisme di tempat kerja, terkait dengan hak-hak pekerja seperti privacy, proses pembayaran, kesamaan, dan kebebasan berbicara serta penghargaan atas hak individual.
 (5) hubungan pekerja dengan kehidupan.
kesimpulannya adalah iklim organisasi itu sendiri lebih menjurus pada persepsi pegawai ataupun karyawan tentang kondisi organisasinya. Kondisi tersebut berupa kondisi fisik seperti suhu di tempat kerja, penerangan di tempat kerja, kebisingan di tempat kerja, dan arsitektur tempat kerja, sedangkan kondisi non fisik berupa distribusi jam kerja (Jewell & Siegell, 1989). Iklim organisasi sebagai kondisi yang dipersepsikan oleh karyawan, dan itu artinya persepsi individu karyawan yang satu akan berbeda dengan individu lainnya. Satu kondisi yang dirasakan begitu kondusif dan nyaman oleh seorang karyawan, mungkin saja tidak begitu bagi karyawan lainnya. Perbedaan cara mempersepsikan ini sendiri akan memberi pengaruh yang berbeda pada kepuasan kerja yang berbeda pada individu yang berbeda, yang selanjutnya kondisi tersebut akan menjadikan kualitas kehidupan kerja yang berbeda.
Dan menurut kelompok kami, kenyamanan bekerja menjadi tujuan utama dalam proses peningkatan kondisi lingkungan kerja, sebab dari sini akan memunculkan rasa puas dalam bekerja dan kualitas kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas kehidupan kerja. Iklim organisasi yang merupakan persepsi individu karyawan tentang organisasinya akan memberi pengaruh pada nyaman tidaknya pegawai bekerja di organisasi atau perusahaan tersebut. Karena kenyamanan bekerja merupakan syarat utama untuk dapat tercipta suasana kepuasan kerja karyawan, kualitas kehidupan kerja. Untuk itu peningkatan kepuasan kerja karyawan dan kualitas kehidupan kerja karyawan dapat dicapai dengan memperbaiki iklim organisasi.


Rabu, 06 Januari 2016

TUGAS SOFTSKILL PSIKOLOGI MANAJEMEN ; REVIEW JURNAL "JOB ENRICHMENT"

Nama : Dian Eriyany (12513362)
Kelas : 3PA08



KELOMPOK ABU-ABU

JUDUL JURNAL      : Pengaruh Job Enrichment terhadap Employee Engagement melalui Psychological Meaningfulness sebagai Mediator
NAMA JURNAL       : GADJAH MADA JOURNAL OF PSYCHOLOGY
NO JURNAL             : 1
VOLUME JURNAL  : 1
TAHUN                      : 2015, Januari
ISSN                           : ISSN: 2407-7798

Variabel Penelitian
Variabel dependen ialah employee engage-ment ,variabel mediator ialah psychological meaning-fulness, dan variabel independen ialah job enrichment.
Job enrichment merupakan desain pe-kerjaan yang melibatkan sejumlah variasi isi pekerjaan, tingkat pengetahuan dan keahlian yang lebih tinggi, tanggung jawab dan otonomi yang lebih besar untuk merencanakan, mengarahkan, dan me-ngontrol pekerjaan. Pekerjaan yang telah mengalami job enrichment menyediakan kesempatan bagi pekerjanya untuk mengembangkan diri dan merasa bermak-na (Monczka & Reif, 1986). Selain itu, job enrichment juga membuat pekerja memiliki loyalitas terhadap organisasi (Niehoff, Moorman, Blakely, & Fuller, 2001).
Markos dan Sridevi (2010) mengemu-kakan bahwa employee engagement menjadi kunci untuk meningkatkan performansi organisasi sehingga employee engagement merupakan proses dua arah antara karya-wan dan organisasi. Retensi, produktivi-tas, dan loyalitas ialah contoh berbagai hal yang menentukan employee engagement, yang kemudian juga berpengaruh terha-dap performansi organisasi.
Kahn (1990) mendeskripsikan psycho-logical meaningfulness sebagai perasaan yang diterima dari hasil penggunaan energi fisik, kognitif, maupun emosional. Seseorang merasa dirinya bermakna apa-bila ia berguna dan berharga bagi organi-sasinya. Sebaliknya, kurangnya kebermak-naan terhadap pekerjaan membentuk perasaan kurang diharapkan sehingga peran didalam pekerjaan juga kurang dapat dikembangkan. Pemaknaan diri yang baik membuat seseorang merasa tidak terpisahkan dengan pekerjaannya, memiliki komitmen dan keterikatan de-ngan organisasi (Chalofsky & Krishna, 2009), serta mampu meningkatkan kreati-vitasnya (Meitar, Carmeli, & Waldman, 2009).


Subjek Penelitian
Karyawan yang berpartisipasi sebagai subjek penelitian berasal dari berbagai level jabatan, meliputi General Manager, Kepala Divisi, Kepala Dinas, Kepala Seksi, dan Foreman. Selain itu, subjek penelitian juga berasal dari berbagai divisi, meliputi divisi Pemasaran, SDM, Perbendaharaan, Akuntansi, Satuan Pengawasan Intern, Hukum dan Perizinan, Keamanan dan K3LH, Perencanaan Teknik, Logistik, Unit Otonom Hotel, Pengawasan Pembangun-an, Perkantoran dan Pergudangan, Corpo-rate Communication, System and Performance Management, Land Development, Land Operational, serta Sport Centre. Rentang usia subjek penelitian ialah 21–56 tahun dengan rentang lama bekerja 1–30 tahun dan tingkat pendidikan SMA, D1, D2, D3, S1, serta S2. Jumlah subjek laki-laki ialah 92 orang dan jumlah subjek perempuan ialah 20 orang.
Alat Ukur Penelitian
1.      Skala Employee engagement
Skala ini diadaptasi dari penelitian May, dkk. (2004) dan tambahan oleh pene-liti, yang menggambarkan tiga dimensi engagement (kognitif, emosional, dan fisik).
2.      Skala Psychological meaningfulness
Skala ini diadaptasi dari The Work as Meaning Inventory (WAMI) oleh Steger, Dik, dan Duffy (2012) dan tambahan oleh peneliti. Aitem berasal dari tiga aspek, meliputi positive meaning, meaning making through work, dan greater good motivations.
3.      Skala Job enrichment
Skala ini diadaptasi oleh peneliti dari Job Diagnostic Survey Section I dan Section II oleh Hackman dan Oldham (1974) serta tambahan oleh peneliti. Aitem yang digunakan berasal dari merepresentasikan lima dimensi pekerjaan, meliputi task variety, task identity, task significant, auto-nomy, dan feedback from the job itself.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini memberikan bebe-rapa masukan bagi organisasi maupun peneliti selanjutnya dalam memahami pengaruh job enrichment terhadap employee engagament melalui psychological meaning-fulness sebagai mediator. Bagi organisasi, tingkat engagement karyawan dapat diting-katkan melalui job enrichment.
Berbagai cara untuk melakukan job enrichment dike-mukakan oleh Hackman, dkk. (1975) berkaitan dengan lima dimensi pekerjaan (skill variety, task identity, task significance, autonomy, feedback from job itself). Ada dua cara yang dapat diimplementasikan dan telah mencakup kelima dimensi pekerjaan tersebut.
Cara yang pertama ialah forming natural work units, yang dilakukan dengan menempatkan sejumlah rantai pekerjaan pada jabatan tertentu. Hal ini membuat karyawan tidak hanya melakukan sebuah rantai pekerjaan sehingga ia merasa lebih terlibat dalam sebuah rantai pekerjaan (task identity) dan memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap organisasi (task significance).
Cara kedua ialah esta-bishing client relationships, yang dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk berhubungan langsung dengan klien atau pihak yang menerima hasil kerjanya. Hal ini membuat karyawan mengetahui seberapa baik hasil kerjanya untuk klien (feedback from job itself), mem-pelajari berbagai keahlian tambahan untuk berinteraksi dengan klien (skill variety), dan memberikan perasaan bebas bagi karyawan untuk mengatur cara beker-janya sendiri (autonomy). Kedua cara tersebut akan membentuk perasaan keber-maknaan terhadap pekerjaannya sehingga dapat meningkatkan engagement-nya.
Analisi kelompok

Menurut kelompok kami, berdasarkan uraian diatas bahwa job enrichment berpengaruh terhadap peningkatana employee  engagement