Kelas : 3PA08
KELOMPOK ABU
ABU
JUDUL JURNAL : Implikasi Iklim Organisasi terhadap
kepuasan Kerja dan Kualitas Kehidupan Kerja Karyawan
NAMA JURNAL :
Jurnal
Psikologi Universitas Diponegoro
NO JURNAL : 1
VOLUME JURNAL :
3
TAHUN JURNAL :
2006, Juni
Iklim organisasi adalah cara untuk
mengukur budaya organisasi, yang dilakukan dengan cara anggota organisasi
mempersepsi kondisi yang dirasakannya, Namun persepsi individu terhadap sesuatu dapat
saja berubah tergantung pada siapa, bagaimana dan kapan mempersepsinya. Iklim
organisasi tidak terjadi dengan sendirinya, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi.
Menurut Steers (1990) terdiri
dari kebijakan organisasi yang mana semakin besar otonomi dan kebebasan
mengambil tindakan sendiri oleh pegawainya akan semakin baik iklim kerjanya
begitu juga sebaliknya, karena iklim organisasi yang baik ditunjukkan dengan
adanya sikap keterbukaan, penuh kepercayaan dan tanggungjawab. Selain itu
teknologi yang digunakan dalam organisasi juga mempengaruhi. Faktor yang lain
adalah lingkungan luar organisasi yang secara langsung berkaitan khusus dengan
pegawai misalnya saja krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang
mengharuskan perusahaan mem-PHK
karyawannya. Terakhir yakni kebijakan dan praktek manajemen yang
dilakukan organisasi. Sedangkan menurut Mondy faktor yang mempengaruhi iklim
organisasi terdiri dari kelompok kerja, pengawasan manager, karakteristik
organisasi, dan proses administrasi. Dalam tulisannya Robbins juga menjelaskan bahwa
faktor yang mempengaruhi terdiri dari individual initiatve, risk tolerance,
integration, managemen support, control, identity, reward, conflict tolerance,
dan communication patterrus.
Kepuasan kerja merupakan sikap
yang ada melalui penilaian terhadap situasi ditempat kerja. Bagi mereka yang
menganggap bekerja itu menyenangkan dan selalu berfikiran positif, maka dengan
sendirinya akan tercipta rasa nyaman dan nikmat dalam bekerja.
Perasaan-perasaan yang seperti itu yang akhirnya menimbulkan perasaan puas
dalam bekerja dan pada akhirnya menghasilkan kualitas kehidupan kerja yang
baik. Sebaliknya, bagi mereka yang menganggap bekerja itu membosankan, banyak
tugas dan lain sebagainya yang selalu berfikiran negative maka, rasa bosan itu
sendiri akan muncul ketika bekerja, menurunnya gairah untuk bekerja. Jika sudah
demikian, yang terjadi adalah produktifitas kerja akan menurun dan akhirnya
kualitas kehidupan kerja yang baik tidak bisa tercapai dengan sempurna. Tetapi
cara mengukur kepuasan kerja tersebut tergantung kepada siapa dan kapan hal
tersebut dilakukan. Kualitas kehidupam kerja karyawan (QWL), merupakan suatu
hal yang merujuk pada tingkat individu dapat memenuhi kebutuhan diri yang
terpenting ketika bekerja di perusahaan (Bernadine & Russel 1998).
Faktor negatif dari kualitas
kehidupan kerja adalah kehilangan semangat kerja dan tingkat kebosanan (Jewell
& Siegell, 1990). Kehilangan semangat kerja merupakan masalah yang
berkembang dalam dunia bisnis di manapun. Menurut Smith (1953) salah satu ciri
kebosanan adalah melamun ditempat kerja, namun menurut Geiwith (1966) faktor
yang terkait dengan kebosanan adalah pembatasan, ketidaknyamanan, tugas kerja
rutin, dan lingkungan kerja. Umstot (1990) memaknai kehilangan semangat kerja
merupakan suatu kondisi mental, emosional dan kelelahan fisik yang dihasilkan
dari bekerja dengan orang dan organisasi yang komplek melebihi rentang waktu yang
ada. Lebih anjut di ungkap Umstot
bahwa kehilangan semangat kerja ini terjadi karena tekanan kronis setiap hari
dibanding satu kejadian kritis tertentu. Kelelahan dapat terjadi pada setiap
jenis pekerjaan dan biasanya terjadi pada profesi utama.
Menurut Umstot ada
lima kriteria yang bisa dijadikan acuan baik tidaknya QWL yakni ;
(1)
kepuasan dan keadilan kompensasi yang mana akan mempengaruhi kualitas kehidupan
kerja dan kualitas hidup,
(2) peluang untuk menggunakan dan
mengembangkan potensi karyawan, karena pada dasarnya setiap karyawan
menginginkan untuk dapat menggunakan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki
serta mempelajari hal-hal baru,
(3) integrasi sosial ditempat kerja, hubungan
interpersonal dan hubungan kelompok sangatlah penting, karyawan membutuhkan
rasa memiliki untuk memenuhi kebutuhan social mereka.
(4)
konstitualisme di tempat kerja, terkait dengan hak-hak pekerja seperti privacy,
proses pembayaran, kesamaan, dan kebebasan berbicara serta penghargaan atas hak
individual.
(5) hubungan pekerja dengan kehidupan.
kesimpulannya adalah iklim
organisasi itu sendiri lebih menjurus pada persepsi pegawai ataupun karyawan
tentang kondisi organisasinya. Kondisi tersebut berupa kondisi fisik seperti
suhu di tempat kerja, penerangan di tempat kerja, kebisingan di tempat kerja,
dan arsitektur tempat kerja, sedangkan kondisi non fisik berupa distribusi jam
kerja (Jewell & Siegell, 1989). Iklim organisasi sebagai kondisi yang dipersepsikan
oleh karyawan, dan itu artinya persepsi individu karyawan yang satu akan
berbeda dengan individu lainnya. Satu kondisi yang dirasakan begitu kondusif
dan nyaman oleh seorang karyawan, mungkin saja tidak begitu bagi karyawan
lainnya. Perbedaan cara mempersepsikan ini sendiri akan memberi pengaruh yang
berbeda pada kepuasan kerja yang berbeda pada individu yang berbeda, yang
selanjutnya kondisi tersebut akan menjadikan kualitas kehidupan kerja yang
berbeda.
Dan menurut kelompok kami, kenyamanan bekerja menjadi tujuan
utama dalam proses peningkatan kondisi lingkungan kerja, sebab dari sini akan
memunculkan rasa puas dalam bekerja dan kualitas kerja yang pada akhirnya akan
meningkatkan kualitas kehidupan kerja. Iklim organisasi yang merupakan persepsi
individu karyawan tentang organisasinya akan memberi pengaruh pada nyaman
tidaknya pegawai bekerja di organisasi atau perusahaan tersebut. Karena
kenyamanan bekerja merupakan syarat utama untuk dapat tercipta suasana kepuasan
kerja karyawan, kualitas kehidupan kerja. Untuk itu peningkatan kepuasan kerja
karyawan dan kualitas kehidupan kerja karyawan dapat dicapai dengan memperbaiki
iklim organisasi.