Kamis, 02 Juli 2015

TUGAS SOFTSKILL KESEHATAN MENTAL ; FENOMENA BULLYING PADA REMAJA

FENOMENA BULLYING PADA REMAJA


                               




DIAN ERIYANY (12513362)
2PA08
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA 2015







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena bullying mulai mendapat perhatian peneliti,pendidik, organisasi perlindungan, dan tokoh masyarakat.Pelopornya adalah Professor Dan Olweus dari University of Bergen yang sejak tahun 1970-an di Skandinavia mulai memikirkan secara serius tentang fenomena bullying di sekolah.Dalam Bahasa Indonesia, secara harfiah kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Istilah bullying dalam Bahasa Indonesia adalah “Menyakat” (berasal dari kata sakat) dan pelakunya (bully) disebut penyakat.

Contoh perilaku bullying antara lain mengejek, menyebarkan rumor, menghasut,mengucilkan, menakut-nakuti (intimidasi), mengancam, menindas, memalak, atau menyerang secara fisik (mendorong, menampar, atau memukul).Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa perilaku bullying tersebut merupakan hal sepele atau bahkan “normal” dalam tahap kehidupan manusia atau dalam kehidupan sehari-hari.Faktanya, perilaku bullying merupakan “learned behaviors” karena manusia tidak terlahir sebagai penggertak dan pengganggu yang lemah. Bullying merupakan perilaku tidak “normal”, tidak sehat dan secara sosial tidak bisa diterima.Hal yang sepele pun kalau dilakukan secara berulang kali pada akhirnya dapat menimbulkan dampak serius dan fatal.Dengan membiarkan atau menerima perilaku bullying, kita memberikan “bulliespower” kepada pelaku bullying, menciptakan interaksi sosial tidak sehat dan meningkatkan budaya kekerasan.Interaksi sosial yang tidak sehat dapat menghambat pengembangan potensi diri secara optimal sehingga memandulkan budaya unggul.

Selain itu perilaku Bullying sangat dipengaruhi  oleh  moral, dimana banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi individu menjadi pelaku bullying ataupun Korban dari praktik Bullying tersebut. Dan tanpa disadari banyak sekali bentuk bentuk Bullying yang terjadi di kalangan remaja, bahkan mungkin korban bullying tidak menyadri bahwa dirinya telah menjadi korban, begitu pun si pelaku tidak menyadri bahwa dirinya telah melakukan bullying pada temannya.











BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Bullying
1.      Pengertian Bullying
Bullying adalah istilah dalam bahasa Inggris, yang baru marak belakangan ini, karena dampaknya luar biasa banyak anak remaja bunuh diri karenanya. Dampak terkecil adalah malas sekolah, prestasi akademik menurun dan menjadikan anak rendah diri dan uring-uringan.
Menurut pakar bullying yang tergabung dalam asosiasi perkumpulan stop bullying di Australia, “bullying is someone hurts and deliberately to another person more than once.” Maksudnya bullying adalah: suatu tindakan menyakiti dari seseorang kepada orang lain dengan sengaja, yang dilakukan lebih dari sekali.
Berbeda dengan tindakan agresif lain yang melibatkan serangan yang dilakukan hanya dalam satu kali kesempatan dan dalam waktu pendek. Bullying biasanya terjadi secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga korbannya terus menerus berada dalam keadaan cemas dan terintimidasi.
Hal yang penting disini bukan sekedar tindakan yang dilakukan, tetapi apa dampak tindakan tersebut terhadap korbannya. Menurut Sullivan (2000, h.14 dalam Widiharto, h.6) bullying juga harus dibedakan dari tindakan atau perilaku agresif lainnya. Perbedaannya adalah tidak bisa dikatakan bullying jika seseorang menggoda orang lain secara bercanda, perkelahian yang terjadi hanya sekali dan perbuatan kasar atau perkelahian yang tidak bertujuan untuk menyebabkan kehancuran atau kerusakan baik secara material maupun mental. Selain itu tidak bisa dikatakan bullying jika termasuk perbuatan kriminal seperti penyerangan dengan senjata tajam, kekerasan fisik, perbuatan serius umtuk menyakiti atau membunuh, pencurian serius dan pelecehan seksual yang dilakukan hanya sekali.
Berdasarkan beberapa pengertian bullying di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan membuat seseorang merasa tidak nyaman.
Bullying ini sendiri banyak terjadi di sekolah-sekolah, sekolah umum maupun swasta, bahkan di pesantren sekalipun. Dan bila pada tatanan nilai masyarakat yang agresif seperti di negara barat, maka akan timbul kasus bullying yang cukup parah dari pembunuhan sampai pada kasus cedera. Biasanya di sekolah pertama-tama dilakukan oleh kakak senior kepada adik kelasnya yang dinamakan ospek. Setelah kegiatan ospek usai, maka praktek bullying terjadi juga pada keseharian anak di kelas, dimana anak-anak yang merasa badannya lebih besar, lebih punya power mem-bully anak yang tampaknya lebih lemah.
Praktek bullying sendiri dibagi dalam 3 bagian, yaitu :
a)      Bullying secara fisik: tindakan menikam, memalak, mencubit, memukul, meludah, menarik leher kerah baju, mendorong, yang semuanya dilakukan dengan sengaja (deliberately).
b)      Bullying secara verbal: mengolok olok, menertawakan, memanggil nama orangtua, mencemooh, menghina bahkan memfitnah, dan lagi-lagi dilakukan dengan sengaja.
c)      Bullying secara psikologis: mendiamkan, mengucilkan, tidak diajak dalam kegiatan apapun, dibiarkan sendirian.
Semua praktek bullying, tentu saja sangat menyakitkan bagi seorang anak maupun remaja, karena masa mereka adalah masa berkawan, dan di-bully merupakan hal yang paling dibenci oleh seluruh anak dan remaja diseluruh dunia, dan hal ini harus dicegah, oleh berbagai pihak.
2.      Karakteristik Bullying
Menurut Ribgy (2002, dalam Astuti 2008) tindakan bullying mempunyai tiga karakteristik terintegrasi, yaitu:

2.1.   Adanya perilaku agresi yang menyenangkan pelaku untuk menyakiti korban.
Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi, 
      menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang   
      atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan
      dilakukan dengan perasaan senang (Astuti, 2008).

2.2.  Tindakan dilakukan secara tidak seimbang sehingga korban merasa tertekan.
 Bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga 
     korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk  
      melawan tindakan negatif yang diterima korban (Krahe, 2005).

2.3. Perilaku ini dilakukan secara terus menerus dan juga berulang-ulang.
Bullying merupakan perilaku agresif tipe proaktif yang didalamnya terdapat aspek  
    kesengajaan untuk mendominasi, menyakiti, atau menyingkirkan, adanya  
    ketidakseimbangan kekuatan baik secara fisik, usia, kemampuan kognitif, keterampilan,
    maupun status sosial,serta dilakukan secara berulang-ulang oleh satu atau beberapa anak
    terhadap anak lain (Black dan Jackson 2007, dalam Margaretha 2010).

Ciri pelaku bullying antara lain (Astuti, 2008) :

a)      Hidup berkelompok dan menguasai kehidupan sosial siswa disekolah
b)      Menempatkan diri ditempat tertentu di sekolah / sekitarnya
c)      Merupakan tokoh populer di sekolah
d)      Gerak - geriknya seringkali dapat ditandai : sering berjalan didepan, sengaja menabrak,berkata kasar, menyepelekan / melecehkan.
 Pelaku bullying dapat diartikan sesuai dengan pengertian bullying yaitu bahwa pelaku memiliki kekuasaan yang lebih tinggi sehingga pelaku dapat mengatur orang lain yang dianggap lebih rendah. Korban yang sudah merasa menjadi bagian dari kelompok dan ketidakseimbangan pengaruh atau kekuatan lain akan mempengaruhi intensitas perilaku bullying ini. Semakin subjek yang menjadi korban tidak bisa menghindar atau melawan, semakin sering perilaku bullying terjadi. Selain itu, perilaku bullying dapat juga dilakukan oleh teman sekelas baik yang dilakukan perseorangan maupun oleh kelompok (Wiyani, 2012).

Ciri korban bullying antara lain (Susanto, 2010) :
a)      Secara akademis, korban terlihat lebih tidak cerdas dari orang yang tidak menjadi korban atau sebaliknya.
b)      Secara sosial, korban terlihat lebih memiliki hubungan yang erat dengan orang tua mereka.
c)      Secara mental atau perasaan, korban melihat diri mereka sendiri sebagai orang yang bodoh dan tidak berharga. Kepercayaan diri mereka rendah, dan tingkat kecemasan sosial mereka tinggi.
d)     Secara fisik, korban adalah orang yang lemah, korban laki-laki lebih sering mendapat
 siksaan secara langsung, misalnya bullying fisik. Dibandingkan korban laki-laki, 
 korban perempuan lebih sering mendapat siksaan secara tidak langsung misalnya melalui kata-kata atau bullying verbal.
e)      Secara antar perorangan, walaupun korban sangat menginginkan penerimaan secara sosial, mereka jarang sekali untuk memulai kegiatan-kegiatan yang menjurus ke arah sosial. Anak korban bullying kurang diperhatikan oleh pembina, karena korban tidak bersikap aktif dalam sebuah aktifitas.

3.      Jenis – jenis Bullying
Ada beberapa jenis bullying menurut SEJIWA (2008) :
3.1. Bullying fisik
Jenis bullying yang terlihat oleh mata, siapapun dapat melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya. Contoh - contoh bullying fisik antara lain : memukul, menarik baju, menjewer, menjambak, menendang, menyenggol dengan bahu, menghukum dengan membersihkan WC, menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari lapangan, menghukum dengan cara push up.

                                                        Bullying fisik



3.2. Bullying verbal
Jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa terungkap indrapendengaran kita. Contoh - contoh bullying verbal antara lain :
membentak, meledek, mencela, memaki - maki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan didepan umum, menyoraki, menebar gosip, memfitnah.


3.3. Bullying mental atau psikologis
Jenis bullying yang paling berbahaya karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga kita apabila tidak cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam - diam dan diluar jangkauan pemantauan kita. Contoh - contohnya: mencibir, mengucilkan, memandang sinis,memelototi, memandang penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan, meneror lewat pesan pendek, telepon genggem atau email, memandang yang merendahkan.

4.      Tipe – tipe Bullying
Menurut Bauman (2008), tipe-tipe bullying adalah sebagai berikut :

4.1.  Overt bullying, meliputi bullying secara fisik dan secara verbal, misalnya dengan 
    mendorong hingga jatuh, memukul, mendorong dengan kasar, memberi julukan nama,
    mengancam dan mengejek dengan tujuan untuk menyakiti.

4.2. Indirect bullying meliputi agresi relasional, dimana bahaya yang ditimbulkan oleh pelaku
    bullying dengan cara menghancurkan hubungan - hubungan yang dimiliki oleh korban,
    termasuk upaya pengucilan, menyebarkan gosip, dan meminta pujian atau suatu tindakan  
    tertentu dari kompensasi persahabatan. Bullying dengan cara tidak langsung sering
    dianggap tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan dengan bullying secara fisik,
    dimaknakan sebagai cara bergurau antar teman saja. Padahal relational bullying lebih
    kuat terkait dengan distress emosional daripada bullying secara fisik. Bullying secara fisik
    akan semakin berkurang ketika siswa menjadi lebih dewasa tetapi bullying yang sifatnya
    merusak hubungan akan terus terjadi hingga usia dewasa.

4.3. Cyberbullying, seiring dengan perkembangan di bidang teknologi, siswa memiliki media
    baru untuk melakukan bullying, yaitu melalui sms, telepon maupun internet. Cyberbullying
   
melibatkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, seperti e-mail,
    telepon seluler dan peger, sms, website pribadi yang menghancurkan reputasi seseorang,
    survei di website pribadi yang merusak reputasi orang lain, yang dimaksudkan adalah
    untuk mendukung perilaku menyerang seseorang atau sekelompok orang,
 yang ditujukan untuk
    menyakiti orang lain, secara berulang – ulang kali.


 Cyberbullying


5.      Hubungan antara pemahaman moral remaja dengan perilaku bullying
Pemahaman moral menekankan pada suatu perbuatan yang dapat dinilai baik atau buruk. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiningsih (2004, h.25 dalam Widiharto, h.10) yang menyatakan bahwa pemahaman moral menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan daripada sekedar arti suatu tindakan sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Berlandaskan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa anak dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan dahulu perbuatan yang akan dilakukan. Pemikiran tersebut menyatakan apakah perbuatanannya nanti merupakan perbuatan yang dikatakan bernilai baik atau buruk, adanya pemahaman moral anak tersebut dapat mengakibatkan anak memiliki kemampuan untuk menilai tindakan bullying yang menyakiti orang lain sehingga perbuatan yang buruk yang sebenarnya tidak boleh dilakukan sehingga anak dengan pemahaman moral yang tinggi tidak melakukan perilaku bullying.
Anak yang kurang memiliki pemahaman moral, tidak memikirkan setiap tindakannya apakah mengandung nilai-nilai yang baik atau buruk. Anak tersebut tidak mau tahu apakah perbuatannya akan melukai temannya atau tidak, akibatnya anak tersebut memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku bullying.


B.Teori Terkait dan Analisis Kasus
1.Teori Terkait

a.Teori kognitif

Kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang(ovent behaviour). Pengetahuan yang tercakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat. Salah satu dari ke enam domain tersebut adalah tahu (know). Proses perilaku dalam tahapan tahu (know) menurut Rogers (1974) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2007), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku baru didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni :
1)      Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut manyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
2)      Interest, yakni seseorang mulai tertarik kepada stimulus.
3)      Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya),
 
hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4)      Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5)      Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Teori ini adalah proses dari pengadopsian perilaku Bullying pada remaja.

b. Teori The Looking Glass Self

Teori dari Charles Horton Coleey ini menggariskan bahwa terkadang dalam
 
pembentukan persepsi mengenai diri sendiri itu merupakan hasil pencerminan terhadap pandangan masyarakat mengenai dirinya, misalnya kriteria orang pandang berdasarkan standardisasi dunia pendidikan. Pandangan masyarakat atau pihak lain terkadang lebih menentukan pandangan mengenai diri sendiri. Hubungannya dengan Bullying adalah ; 
          
Karena terkadang bullying ini muncul sebagai dampak dari penilaian masyarakat mengenai dirinya. saat pandangan ideal dari masyarakat ini kemudian bertentangan dengan realitas kehidupan diri sendiri. dan bullying ini muncul sebagai bentuk personal defense.

c. Teori Sigmund Freud dan Psikologi Sosial (Aggressive Behavior)
Dalam dunia psikologi, personal defense merupakan bentuk mekanisme dari ego, dan ego ini melengkapi super ego dan id. Id, Ego,dan super Ego adalah konsep yang muncul dari analisa Freud, seorang pakar psikologi terkemuka.
1)      Secara garis besar, id adalah semua dorongan hidup yang mendasari aktivitas manusia..id adalah keinginan naluriah manusia untuk bertahan hidup atau untuk mengakhiri kehidupanya sendiri.
2)      Super Ego adalah keseluruhan tatanan nilai yang berkembang dalam masyarakat. Super ego ini memuat standardisasi baik dan buruk suatu tindakan.
3)      Ego adalah keinginan yang menengahi antara id dan realitas. Ego merepresentasikan common values, adjustment, logic, dan lain-lain yang berpengaruh terhadap aktivitas manusia. Ego ini berupaya menjaga keseimbangan antara super ego dan id.
Faktor sosial yang mempempengaruhi Agresi adalah ;
1)      Frustasi                                                                                                                   Frustasi dapat menimbulkan agresi jika penyebab frustasi dianggap tidak sah atau tidak dibenarkan.
2)      Provokasi                                                                                                             Provokasi verbal atau fisik adalah salah satu sebab utama agresi. Manusia  
cendrung untuk membalas dengan derajat agresi yang sama atau sedikit lebih tinggi dari yang diterimanya (balas dendam).
3)      Rangsangan memuncak                                                                                         Rangsangan yang muncul dari satu situasi dapat bertahan dan justru memperkuat reaksi emosional yang muncul pada situasi lain setelahnya (Excitation Transfer Theory, 1983,1988).
4)      Pengaruh Media                                                                                                Kekerasan di media (televisi, film, video games) dapat meningkatkan agresi.
Hubungannya dengan Bullying adalah ;
Saat dunia nyata telah merepresif individu dan mekanisme pertahanan itu berwujud dalam bentuk bullying. Secara umum, pelaku bullying adalah individu yang mengalami rasa frustasi terhadap kondisi yang nyata. entah dikecewakan oleh orang lain atau mengalami kekerasan atau melihat kondisi keluarganya tidak harmonis maka id mengarahkan dirinya untuk bertindak bullying.
Bullying ini muncul mulai dari bentuk kata-kata hingga tindakan fisik yang mengarah pada bullying. Bullying juga mencerminkan proses pelampiasan diri terhadap kenyataan yang ada dengan mengalihkannya pada individu lain. Bullying juga berkaitan erat dengan ketidakmampuan individu untuk mengatasi permasalahan besar dalam hidupnya. Bullying selain itu juga menunjukkan keinginan untuk membalas dendam pada pihak-pihak yang menyakitinya namun tidak dapat mewujudkannya kecuali dengan melampiaskan pada orang yang lemah.



2.Analisis Kasus

a.Contoh Kasus Bullying
            “ Hanya gara-gara tidak memakai singlet (kaos dalam), siswi kelas 1 SMA 70 Bulungan, V diintimidasi oleh 3 seniornya yang duduk di bangku kelas 3 SMA. Bahkan, V sempat mendapat kekerasan dari seniornya itu.
“Kejadiannya Rabu kemarin sekitar pukul 12.30 WIB, pas saya ke kantin,” kata V, Jumat (2/4/2010).
Saat itu, V dan dua temannya menuju ke kantin untuk makan siang. Tiba-tiba, 3 seniornya berinisial E, D, A yang merupakan anggota cheers dance sekolah menghampiri V yang berada di pojokan kantin sekolah tersebut. Salah seorang senior berinisial E kemudian menghardiknya dengan ketus.
“Eh, kenapa kamu nggak pake singlet? Bra kamu kelihatan tuh,” kata V menirukan ucapan salah satu seniornya. V kemudian mencoba menjelaskan alasannya kenapa tidak memakai singlet ke seniornya. “Aku nggak pakai singlet karena masih basah, baru dicuci. Dan Bra aku pun warnanya tidak mencolok,” katanya.
Aturan memakai singlet sendiri, kata V, tidak dikeluarkan oleh pihak sekolah. Aturan itu ditetapkan oleh senior saat juniornya menjalani Masa Orientasi Sekolah (MOS) hingga berlanjut ke kelas dua. Semasa MOS, para senior SMA 70 memang menerapkan aturan bagi junior-juniornya. Diantaranya rambut tidak boleh di gerai, baju dan rok harus longgar, tas harus ransel dan sepatu harus berjenis kets.
“Pokoknya kita-kita yang masih kelas 1 terlihat jelek-jeleklah,” imbuhnya. Tidak puas dengan jawaban V, E kemudian menyuruh Vhia untuk menunduk. Tidak sampai di situ, kepala bagian belakang Vhia dipukul dengan telapak tangan E sambil terus memarahi V. E kemudian mencubit bahu V.
“Terus saya disuruh nggak boleh pakai Bra atau pun singlet selama satu tahun,” urainya. Bahkan, lengan kanan atas Vhia dicengkeram dengan kuat hingga lebam. E kemudian menyuruh V jongkok.
“Terus pas jongkok, perut saya ditendang sama D. Saya lalu nangis,” katanya. Malah, E sempat mau melempar V dengan gelas. “Tapi dicegah sama Kak Mirza,” ucapnya. Karena takut, V dan teman-temannya tidak bisa berbuat apa-apa. Beruntung, selang beberapa menit kemudian seorang guru, Irma lewat di depan mereka.
“Bu Irma melihat saya menangis. Dia juga sempat tanya kenapa saya menangis. Lalu dijawab sama mereka, nggak kok bu, nggak ada apa-apa, cuma lagi ngobrol,” bebernya. Setelah Bu Irma pergi, V bergegas pergi meninggalkan senior-seniornya itu. “Lalu saya melapor ke Pak Amril, bagian Tata Usaha (TU),” ucapnya.
Hingga jam pelajaran usai, V tidak berani kembali ke kelasnya. V memilih berdiam di ruang TU saking takut bertemu lagi dengan seniornya yang jahat itu.”Tas saya pun diambilin ke atas (kelas) sama Pak Amril,” ucap atlet nasional Polo Air ini.
Sementara itu, Ibunda V, Rima tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. “Saya saja yang menghidupinya tidak pernah saya pukulin,” kata Rima.
Dalam laporan resmi bernomor TBL/1093/IV/2010/PMJ/Dit Reskrimum, V melaporkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh D, E, A. Ketiga terlapor dituntut dengan Pasal 80 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Saya menuntut agar pihak sekolah mengeluarkan mereka biar tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini,” katanya.
Bahkan, V kini hampir trauma dan tidak mau pergi ke sekolahnya karena takut. “Anak saya takut diculik sama mereka kalau pas pulang sekolah,” tandasnya.
(Dhaniels, 2010)


b. Analisis kasus
Dari kasus di atas, dapat dilihat bahwa bullying dilakukan oleh senior korban, yang kemungkinan mereka mengadopsi perilaku bullying dari seniornya terdahulu atau dari pengaruh media, bisa juga karna frustasi ini sesuai dengan teori kognitif dan Aggresive Behavior . Lalu perilaku bullying ini juga dapat muncul sebagai dampak dari penilaian masyarakat mengenai dirinya, V sempat berimbuh bahwa senior seringkali menganggap bahwa junior selalu terlihat jelek (dibaca ; salah) pandangan itulah yang membuat V juga tidak berani protes terlalu jauh begitu pula dengan pelaku dan teman V, ini sesuai dengan teori The Looking Glass Self . terlihat jelas pula pelaku begitu mengedepankan id dari pada ego ( Teori Sigmund Freud)
Niat baik tapi tidak diiringi dengan cara yang baik akan berdampak pada hasil yang tidak baik. Tindakan yang dilakukan untuk mengingatkan adik tingkatnya agar tidak memakai baju yang ketat sehingga terlihat dalaman, seharusnya tidak sampai melukai fisik. Aturan-aturan yang sebenarnya tidak menjadi peraturan sekolahpun harus ditaati oleh para juniornya. Sangat disayangkan memang atas kejadian tersebut, terlebih hukuman yang diberikan senior kepada juniornya tersebut sangat tidak masuk akal dan dianggap keterlaluan karena hal itu berhubungan dengan kohormatan wanita yang sepatutnya ditutupi dan di jaga.
Penyebab terjadinya bullying bisa bermacam-macam, bisa karena inisiatif dari pelaku maupun situasi lingkungan yang kebetulan mendukung terjadinya bullying. Secara umum semua anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dimana orangtua dan lingkungan menjadi faktor utama dalam pembentukan kepribadian dan pemahaman moral anak. Banyak hal yang diajarkan terutama dalam interaksi dengan teman sebaya, seperti apakah ia mampu mendominasi atau mempengaruhi teman-temannya.
Jika hal tersebut dikombinasi dengan faktor-faktor seperti masalah keluarga, pola asuh, penanaman nilai dari keluarga, prestasi akademik yang tidak memuaskan, serta peraturan sekolah yang masih longgar, maka bullying di sekolah kemudian bisa semakin menjadi-jadi karena ditunjang juga oleh emosi yang belum matang.
Anak bisa menjadi pelaku bullying diantaranya karena: kemampuan adaptasi yang buruk, pemenuhan eksistensi diri yang kurang (biasanya pelaku bullying nilainya kurang baik), harga diri yang rendah, adanya pemenuhan kebutuhan yang tidak terpuaskan di aspek lain dalam kehidupannya, hubungan keluarga yang kurang harmonis, bahkan bisa jadi si pelaku ini juga merupakan korban bullying sebelumnya atau di tempat lain.
Secara umum, tingkah laku bullying ini berawal dari masalah yang dialami oleh pelaku. Kemampuan pemecahan masalah yang kurang bisa membuat anak mencari jalan keluar yang salah, termasuk dalam bentuk bullying ini. Contoh, anak yang sering ditindas kakaknya di rumah, kemudian mencari pelampiasan dengan menindas anak lain di sekolahnya.
Dalam penerapan sanksi, baiknya ada tahapan-tahapannya walaupun memang diperlukan ketegasan dalam sanksi. Akan tetapi, tahapan pertama yang seharusnya dilakukan adalah bahwa pelaku harus diajak untuk menyelami apa yang kira-kira dirasakan oleh  korbannya. Tentunya pembicaraan ini baru bisa dilakukan kalau pelaku juga sudah tenang dan tidak dalam keadaan emosi. Selain diisi dengan pembicaraan mengenai apa yang ia lakukan terhadap korbannya, penting untuk menggali juga penyebab dari perilaku tersebut dan dapat diketahui faktor apakah yang berpengaruh terhadap kurangnya pemahaman moral.
Jika pelaku bullying lebih dari satu orang atau berkelompok, maka mereka harus diajak bicara secara perorangan pada awalnya. Tahap selanjutnya mengenai sanksi, memang harus diberikan pada pelaku. Sanksinya harus berasal dari refleksi diri mereka sendiri mengenai perasaan korbannya dan bagaimana menebus kesalahan yang telah dilakukannya. Pada akhirnya jika pelaku sudah bisa memahami perasaan korbannya, ia harus berjanji untuk tidak mengulangnya. Berbagai pihak juga memiliki tanggungjawab untuk memantau para pelaku, terutama keluarga dan pihak sekolah, agar ketika melakukan kesalahan lagi tidak dibiarkan, tapi langsung diingatkan. Misalnya jika korban diejek-ejek “gendut,” maka pelaku harus bisa menyampaikan maaf dan menyampaikan sisi positif yang dia lihat dari korban. Jadi kata-kata ejekan pada korban sudah tidak boleh diucapkan lagi, diganti dengan ucapan yang baik.
Dampak dari perilaku bullying ini memang berbeda-beda, akan tetapi yang pasti sangat merugikan korban bahkan dalam kasus ini berdampak ketakutan sehingga tidak mau sekolah. Dalam beberapa kasus bahkan ada yang sampai bunuh diri.
Tindakan yang dilakukan berupa baik atau buruk itu merupakan bentuk dari moral. Dalam perkembangan moral, peranan orangtua sangat penting, oleh karena itu orang tua harus konsisten dalam mendidik anaknya, bersikap terbuka serta dialogis, tidak otoriter atau memaksakan kehendak. Perkembangan moral pada remaja menurut teori Kohlberg menempati tingkat III: pasca konvensional stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara remaja dengan lingkungan sosial. Ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat. Pada tahap ini remaja lebih mengenal tentang nilai-nilai moral, kejujuran, keadilan kesopanan dan kedisiplinan. Oleh karena itu moral remaja harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial. Karena dengan moral, remaja bisa memikirkan sesuatu yang akan dilakukan, apakah termasuk pada hal yang baik atau buruh. Jika baik mereka faham bahwa menyakiti oranglain itu adalah tindakan yang buruk, maka dia tidak akan pernah melakukan tindakan bullying.





                                                                          BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan memnuat seseorang merasa tidak nyaman.
Pemahaman moral adalah pemahaman individu yang menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Peserta didik dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan dahulu perbuatan yang akan dilakukan sehingga tidak akan melakukan menyakiti atau melakukan bullying kepada temannya.
Selain itu, keberhasilan remaja dalam proses pembentukan kepribadian yang wajar dan pembentukan kematangan diri membuat mereka mampu menghadapi berbagai tantangan dan dalam kehidupannya saat ini dan juga di masa mendatang. Untuk itu mereka seyogyanya mendapatkan asuhan dan pendidikan yang menunjang untuk perkembangannya.
B.     Saran
Remaja perlu memahami, bahwa pelaku bullying (bully) biasanya ingin melihat targetnya menjadi emosi. jadi Sangat penting untuk bersikap tetap tenang dan jangan membuat bully senang karena bisa membuat korbannya marah. Hindari pelaku bullying. Jika tahu siapa yang tidak menyukai kamu, jauhi mereka,Pergilah ke sekolah lebih dulu atau ambil jalan lain ke sekolah dan jangan sendirian.Jangan melawan atau marah sehingga membuat situasi menjadi semakin lebih buruk.
            Tidak sedikit banyak pihak seperti orang tua , guru apalagi pemerintah yang tidak peka dengan tindakan bullying yang menimpa anak-anak mereka. Sehingga terlambat menyadari bahwa anak mereka telah menjadi korban atau pelaku bullying. perlu diketahui tentang bullying ;
1.Hampir tidak ada tempat yang benar benar aman untuk anak, ini di tunjukan agar
  Orang tua dan guru  selalu Aware, peka, dan waspada.
2. Sebagian pelaku bullying dulunya adalah korban. Balas dendam itu mungkin motif
    utamnya sebagai pelaku. Ketika menjadi junior mereka habis-habisan di bully oleh
    kakak kelas, maka setelah menjadi kakak kelas mereka melakukan hal serupa,inilah
    yang menjadi rentetan kekerasan di dunia anak. Perlu penangan yang tepat.
3. perilaku Bullying dapat terjadi terhadap saudara kandung.
4. pelaku dan korban bullying umumnya berbohong
5.korban membutuhkan support , pelaku membutuhkan pengertian bahwa apa yang ia
  lakukan adalah salah.




DAFTAR PUSTAKA

Dhaniels. 2010. Para pelaku kasus bullying SMA 70 “cakep-cakep”. Available at: http://www.dhaniels.com/2010/04/para-pelaku-kasus-bullying-sma-70-cakep.html
Koebler, Jason. 2011. Bullying dan Peserta didik. Available at: http://www.usnews.com/education/blogs/high-school-notes/
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., Haditono, S.R. 2004. Psikologi Perkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ramdan, Dadan Muhammad. 2008. Inilah Catatan Kasus Kekerasan di Sekolah. Available at:http://okezone.com/Bullying/inilah-catatan-kasus-kekerasan-di-sekolah.htm
Widiharto, Chrishtoporus Argo, dkk. Perilaku bullying ditinjau dari harga diri dan pemahaman moral anak. Available at: 21-perilaku-bullying-ditinjau-dari-harga-diri-dan-pemahaman-moral-anak-chrishtoporus-argo-mpsi.pdf
Yuyun. 2011. Masalah Kesehatan Mental Remaja di Era Globalisasi. Available at:http://blogs.unpad.ac.id/yuyun71/Bullying/KesehatanMental_blognyayuyun.htm