Rabu, 30 Desember 2015

Tugas Softskill Psikologi Manajemen : Analisis Jurnal Motivasi

Nama : Dian Eriyany (12513362)
Kelas : 3PA08





Tema Jurnal     : Motivasi
Judul Jurnal     : Pengaruh Motivasi Diri Terhadap Kinerja Belajar Mahasiswa
Disusun oleh   : M Rangga WK – Prima Naomi

Link                 : Jurnal.upi.edu






Analisis Kelompok
Berdasarkan penelitian  tentang pengaruh motivasi diri terhadap kinerja belajar mahasiswa, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi yang mendorong mahasiswa Universitas Paramadina untuk belajar. 
Kita mengetahui motivasi mengambil peran dalam pencapaian tujuan seseorang, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh J.P.Chaplin, 2011 yang menyatakan bahwa motivasi adalah suatu variable yang ikut campur tangan dalam menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju sasaran.
David McClelland membahas motivasi berdasarkan 3 aspek kebutuhan:
1.      Need for Power
2.      Need for Affiliation
3.      Need for Achievement
Hal yang dikemukakan oleh McClelland ini erat hubungannya dengan konsep belajar, ia berpendapat bahwa motivasi penting untuk kebutuhan pembentukan perilaku yang akan terlihat pengaruhnya pada hubungan prestasi akademik, pemilihan gaya hidup, dan unjuk kerja.
Maka dari itu setelah seseorang menetapkan tujuannya, dan berkeinginan kuat untuk mencapainya lalu berusaha menjadikannya sebagai acuan dalam kinerja belajarnya itulah yang disebut motivasi (daya penggerak/ dorongan)
Lalu apa itu kinerja? Menurut Maler(1965) mendefinisikan kinerja sebagai keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja dalam tujuan psiologis adalah proses tingkah laku seseorang sehingga menghasilkan suatu yang menjadi tujuan pekerjaannya.
Perbedaan kinerja antara orang yang satu dengan orang yang lain dalam mencapai apa yang dituju, menurut Maler, merupakan akibat adanya perbedaan karakteristik individu. Sehingga dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu factor individu dan factor situasi.
Lalu apa itu prestasi belajar? Prestasi belajar merupakan hasil akhir yang dicapai oleh individu sebagai keberhasilan selama mengikuti pendidikan dalam sebuah institusi pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh Winkel(1991) belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat dari luar. Hasil belajar tidak dapat langsung terlihat, tanpa seseorang melakukan sesuatu yang memperlihatkan hasil belajar tersebut melalui prestasi belajar. Jadi dalam prestasi, hasil belajar akan tampak.
Jadi adanya motivasi akan mempengaruhi kinerja belajar, motivasi yang baik dan kuat akan suatu tujuan belajar menjadikan kinerja belajar seseorang pun akan baik dan berpengaruh pada prestasi belajarnya. So … mari kita tenntukan motivasi hidup kita, agar selalu terpacu untuk melakukan yang terbaik dalam hidup J

Rabu, 18 November 2015

review film if i stay - kelompok abu-abu

Sinopsis Film If I Stay

Film ini menceritakan tentang seorang gadis pemain cello berbakat berusia 17 tahun

yang kehidupannya hampir sempurna. Dia memiliki semua apa yang dia inginkan.

Keluarganya pun selalu ada untuknya. Dia memiliki seorang kekasih yang bernama

Adam (Jamie Blackley) yang keren nan rupawan dan sangat mencintainya. Selain itu

juga, karir musiknya juga sangat cemerlang. Namun semua kesempurnaan hidupnya

yang dia peroleh kemudian tiba-tiba menghilang dikerenakan sebuah kecelakaan

tragis yang menimpa Mia dan keluarganya. Orang tua dan adiknya meninggal dunia.

Sedangkan dirinya sendiri masih selamat tetapi mengalami koma. Sejak saat itu dia

terjebak antara hidup dan mati, roh nya keluar dari jasadnya dan menyaksikan orang-

orang disekitarnya yang sangat mencemaskan dirinya. Namun pada akhirnya Mia

harus membuat pilihan yaitu hidup dengan segala kekurangan dan kesusahan yang

akan dia dapatkan nantinya atau kah pergi meninggalkan dunia ini untuk selama-

lamanya.

Definisi motivasi

Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang

individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini diantaranya

adalah intensitas, arah, dan ketekunan.


Teori Motivasi

Abraham Maslow membagi kebutuhan manusia sebagai berikut:

1. Physiological needs

Kebutuhan homeostatik: makan, minum, rumah, kebutuhan istirahat, seks, dan

sebagainya.

2. Safety needs

Kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur, hukum, keteraturan, bebas dari

rasa takut dan bebas rasa cemas.

3. Love needs / belonging needs

Kebutuhan kasih sayang, keluarga, anak, pasangan, serta menjadi bagian dari

kelompok masyarakat.

4. Esteem needs

Kebutuhan kekuatan, kekuasaan, kompetensi, kepercayaan diri, kemandirian,

penghargaan dari orang lain, status, kehormatan dan apresiasi.

5. Self actualization needs

Kebutuhan orang untuk menjadi yang seharusnya sesuai dengan potensinya.

Kebutuhan kreatif, realisasi diri dan pengembangan self.


Analisa Film If I Stay

      Mia mendapatkan kesempatan untuk audisi di sekolah musik ternama yang ia

inginkan, JuliArt. tetapi Adam secara tak langsung tidak setuju karena sekolah

tersebut yang terletak 3000 mil dari tempat mereka tinggal sekarang. Adam tak ingin

ia sekolah disana karena Adam tak ingin menjalani hubungan jarak jauh (LDR).

Karena menurut Adam, LDR itu seperti berpacaran dengan hantu, kita tahu bahwa ia

ada tetapi tidak bisa kita lihat. Saat kejadian tersebut, Adam akan menghadiri sebuah

konser yang bertepatan dengan ulang tahun Mia, tapi Adam tak peduli dengan hal itu

karena kemarahan dan kekecewaan yang menguasainya. Mia pun tetap konsisten

pada impian nya untuk bersekolah disana. Lalu mereka lost contact untuk beberapa

waktu. Seiring berjalannya waktu, Adam sadar bahwa ia terlalu egois. Seharusnya dia

mendukung impian Mia untuk menjadi pemain Cello yang hebat. Akhirnya Adam

pun kembali kepada Mia dan meminta maaf atas perlakuannya dan ia mendukung apa

yang Mia impikan. Dan akhirnya mereka kembali bersama

     Cuplikan tersebut beruhubungan dengan Safety need, Love needs / belonging

needs, Self actualization need.

      Safety need, Adam tak mau dipisahkan oleh jarak dengan Mia. Love needs /

belonging needs, Adam sadar bahwa ia membutuhkan kasih sayang dari Mia, karena

itu ia kembali. Self actualization need, Mia sadar bahwa ia harus menjadi orang yang

sesuai dengan potensinya, pernyataan tersebut dibuktikan dengan kekonsistenan Mia

untuk mengikuti audisi walaupun akan kehilangan cintanya.

Rabu, 11 November 2015

TUGAS SOFTSKILL PSIKOLOGI MANAJEMEN ; Review Film Leadership

Dian Eriyany (12513362)
3pa08


~The 13th Warrior~

Jalan cerita ini film ini  mengisahkan tentang perjalanan Ahmed bin Fadlan ( Antonio Banderas) yang bertemu dengan bangsa  Viking ketika diasingkan oleh Khalifah. Ahmed sebelumnya merupakan seorang penyair di lingkungan kekhalifahan Baghdad yang tengah naik daun. Usianya pun tergolong muda. Sampai suatu ketika, ia bertemu dengan istri sang Khalifah. Istri sang khalifah pun dikisahkan terkesan dengan penampilan Ahmed. Hal itu diketahui oleh Sang Khalifah yang kemudian merasa cemburu. Ahmed pun kemudian diasingkan dengan cara halus. Ia ditugaskan sebagai duta besar ke negeri Barbar Utara.
Untuk tugas itu, ia ditemani oleh Melchisidek (Omar Sharif). Dalam perjalanan rombongan Ahmed dan Melchisidek bertemu dengan pasukan Tartar. Rombongan Ahmed pun menghindar di bawah kejaran Tartar. Rombongan Ahmed terbantu dengan adanya rombongan kaum Viking (di dalam film disebut sebagai North Man atau orang utara) yang hendak mengkremasi jenazah Raja mereka. Melihat kaum Viking, pasukan Tartar pun menghentikan pengejarannya.
Singkat cerita ketika tengah prosesi penghormatan terakhir atas kematian raja Viking, datanglah seorang bocah yang meminta pertolongan kaum Viking. Kerajaan ayah sang bocah yang terletak di utara jauh sedang berada di bawah serangan dari sekelompok kaum misterius yang mereka namai “Angel of Death”.
Oleh seorang dukun di tengah-tengah kaum Viking, dipilihlah 13 ksatria yang ditugaskan berdasarkan wangsit sang dukun. Dan dalam wangsitnya, sang dukun mengatakan bahwa salah seorang ksatria yang ditugaskan membantu haruslah berasal dari luar kaum Viking. Ahmed pun kemudian ditunjuk sebagai salah seorang ksatria dalam rombongan. Ahmed terkaget karena pada dasarnya ia bukanlah seorang tentara. Ia hanya seorang penyair selama ini. Namun karena wangsit sang dukun menyatakan seperti itu, Ahmed tetap dipaksa untuk ikut dalam rombongan.
Selanjutnya setelah sampai di kerajaan yang membutuhkan pertolongannya, ketigabelas ksatria ini pun menyusun strategi efektif untuk melumpuhkan “Angel of Death” yang secara logis tidak mungkin mereka taklukkan. Disamping kalah kekuatan jumlah, juga kalah persenjataan. Pada scene inilah nantinya Ahmed memperlihatkan proses belajarnya yang cepat untuk bisa mempergunakan pedang dan berlatih senjata. Ia juga banyak memberikan kecemerlangan pemikiran saat keduabelas ksatria menemui kebuntuan. Dan yang paling penting, Ahmed nantinya akan muncul sebagai Ksatria ketigabelas yang menjadi kunci dalam mengalahkan kaum “Angel of Death”.
 
 Maka berdasarkan review film diatas dikaitkan dengan kepemimpinan (Leadership),  merupakan kemampuan yang ada dalam diri seseorang, yang di dalam film ini di peranin oleh Ahmed dalam mempengaruhi dan mengarahkan tingkah laku dalam kelompok atau teman-teman 12 ksatria lainnya. Ahmed juga memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, sehingga menjadi kekuatan 13 ksatria untuk mencapai tujuan mereka.

Rabu, 04 November 2015

TUGAS SOFTSKILL PSIKOLOGI MANAJEMEN ; LEADERSHIP

Dian Eriyany (12513362)
3PA08


PENDAHULUAN
Kepemimpinan lebih merupakan konsep yang berdasarkan akan adanya  pengalaman. Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya (Joseph C. Rost, 1993). Unsur kunci dari definisi ini dirangkum pada gambar dibawah ini. Kepemimpinan melibatkan hubungan pengaruh yang mendalam, yang terjadi di antara orang-orang yang menginginkan perubahan signifikan dan perubahan tersebut mencerminkan tujuan yang dimiliki bersama oleh pemimpin dan  pengikutnya (bawahan). Pengaruh (influence) dalam hal ini berarti hubungan di antara pemimpin dan pengikut sehingga bukan sesuatu yang pasif, tetapi merupakan suatu hubungan timbal balik dan tanpa paksaan. Dengan demikian kepemimpinan itu sendiri merupakan proses yang saling mempengaruhi.
Pemimpin mempengaruhi bawahannya, demikian sebaliknya. Orang-orang yang terlibat dalam hubungan tersebut menginginkan sebuah perubahan sehingga  pemimpin diharapkan mampun menciptakan perubahan yang signifikan dalam organisasi dan bukan mempertahankan status quo. Selanjutnya, perubahan tersebut bukan merupakan sesuatu yang diinginkan pemimpin, tetapi lebih pada tujuan (purposes) yang diinginkan dan dimiliki bersama. Tujuan tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan, yang diharapkan, yang harus dicapai dimasa depan sehingga tujuan ini menjadi motivasi utama visi dan misi organisasi. Pemimpin mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai perubahan berupa hasil yangdiinginkan bersama. Kepemimpinan merupakan aktivitas orang-orang, yang terjadi di antara orang-orang, dan bukan sesuatu yang dilakukan untuk orang-orang sehingga kepemimpinan melibatkan pengikut (followers). Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara  pemimpin dan pengikut untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Dengan demikian, baik pemimpin atau pun pengikut mengambil tanggung jawab pribadi (personal responsibility) untuk mencapai tujuan bersama tersebut.




PENGERTIAN LEADERSHIP MENURUT PARA AHLI
1. George R. Terry (yang dikutip dari Sutarto, 1998 : 17)
Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Ordway Tead (1929)
Kepemimpinan sebagai perpaduan perangai yang memungkinkan seseorang mampu mendorong pihak lain menyelesaikan tugasnya.

3. Rauch & Behling (1984)
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.

4. Katz & Kahn (1978)
Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada, dan berada diatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.

5. Hemhill & Coon (1995)
Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal).

Kesimpulan
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Sumber : Fahmi, Irham .2012. Manajemen  Kepemimpinan  Teori  dan  Aplikasi Cetakan  Kesatu  Penerbit  Alfabeta. Bandung.

2. TEORI KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF
a. Teori X dan Teori Y dari Douglas Mc Gregor
Salah satu kontribusi yang paling banyak  disebut dari para teoritikus Tipe 2 atau Teori Organisasi Klasik adalah tesis Douglas McGregor yang menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang manusia: yang pertama dasarnya negatif – Teori X – dan yang lainnya pada dasarnya positif – Teori Y. Teori X dan Teori Y yang ia ajukan dalam memandang manusia (pegawai).
Setelah meninjau bagaimana manajer berhubungan dengan pegawai, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer seputar sifat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu dan ia cenderung memperlakukan pegawai berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Asumsi ini dapat bersifat negatif (Teori X) atau positif (Teori Y).
Di bawah Teori X ada empat asumsi yang dianut oleh para manajer:
Pegawai tidak menyukai pekerjaannya dan sebisa mungkin akan berupaya menghindarinya.
Karena pegawai tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diberi sikap keras, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman agar mau melakukan pekerjaan.
Pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan mencari aturan-aturan organisasi yang membenarkan penghindaran tanggung jawab tersebut.
 Kebanyakan pegawai menempatkan rasa aman di atas faktor lain yang berhubungan dengan pekerjaan dan hanya akan memperlihatkan sedikit ambisi.
Kebalikan dari pandangan yang negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi lain yang disebut Teori Y:
Para pegawai  dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang biasa sebagaimana halnya istirahat dan bermain.
Manusia dapat mengendalikan dirinya sendiri jika mereka punya komitmen pada tujuan-tujuan.
Rata-rata orang dapat belajar untuk menyetujui, bahkan untuk memikul tanggung jawab.
Kreativitas – yaitu kemampuan mencari keputusan yang terbaik – secara luas tersebar di populasi pekerja dan bukan hanya mereka yang . menduduki fungsi manajerial.

Implikasi dari Teori X dan Teori Y McGregor terhadap organisasi adalah bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih dapat diterima dan dapat menuntun manajer dalam mendesain organisasi dan memotivasi para pegawai. Tahun 1960-an antusiasme pekerja cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan organisasi, penciptaan tanggung jawab dan tantangan pekerjaan, termasuk pembangunan hubungan kelompok-kelompok kerja yang lebih baik. Antusiasme ini, sebagian besar, diakibatkan oleh Teori Y dari McGregor.

b. Teori system empat dari Ransis Likert

 Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat system:

Sistem pertama (exploitive authoritative)
Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik.Pemimpin sangat otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahan, suka mengekplotasi bawahan, bersikap paternalistik memotivasi dengan memberi ketakutan dan hukuman-hukuman, diselang seling pemberian penghargaan yang secara kebetulan (occasional reward), hanya mau memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas.

Sistem kedua (benevolent authoritative/otokrasi yang baik hati)
Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitive terhadap kebutuhan karyawan.Mempunyai kepercayaan yang berselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas, mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan, bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasan.

Sistem ketiga (manajer konsultatif)
Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan.Mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan, biasanya dalam perkara kalau ia memerlukan informasi, ide atau pendapat bawahan; masih menginginkan melakukan pengendalian atas keputusan-keputusan yang dibuatnya; mau melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan; dan juga berkehendak melakukan partisipasi; menetapkan dua pola hubungan komunikasi, iaitu ke atas dan ke bawah; membuat keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat bawah; bawahan merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasan.

Sistem keempat (partisipative group/kelompok partisipatif)
Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan.Mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan; dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat lainnya dari bawahan, dan mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif; memberikan penghargaan yang bersifat ekonomis dengan berdasarkan partisipasi kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan terutama dalam penentuan tujuan bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan tersebut; mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan, dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar; bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan.

c. Teori of leadership Pattern Choice dari Tannenbaum  & Scmid.

Perilaku tersebut bertitik tolak daridua pandangan dasar:
1. berorientasi pada pemimpin ( bidang pengaruh pimpinan)
2. berorientasi pada bawahan (bidang pengaruh kebebasan bawahan).

Dari dua pandangan dasar tersebut selanjutnya dikembangkan tujuh model gaya kepemimpinan dalam pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.

1)      pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (teiling)
2)      pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling)
3)      pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan
5)      pemimpin memberikan keputusan tentatif, dan keputusan masih dapat diubah
6)      pemimpin memberikan problem dan minta saran pemecahannya pada bawahan (consulting)
7)      pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok membuat keputusan
8)      pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas_batas yang di tentukan (joining).


Menurut Tannenbaum dan Schmidt dalam pemilihan gaya kepemimpinan yang efekti faktor yang harus dipertimbangkan oleh seorang pemimpin yaitu:

Kekuatan yang ada pimpinan: meliputi latar belakang pendidikan, latar belakang kehidupan pribadi, pengetahuan, nilai-nilai hidup yang dihayati, kecerdasan, pengalaman.

Kekuatan yang ada bawahan: tingkat kebutuhan bawahan akan tanggung jawab dan kebebasan bertindak dalam pembuatan keputusan.
Tingkat pengetahuan dan berpengalaman yang dimiliki bawahan dalam bekerja.


d. Modern Choice Approach to Participation yang memuat Decicion Tree for Leadership dari Vroom & Yetton.

Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.

Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :

* AI (Autocratic) : Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan
informasi yang ada.
* AII (Autocratic) : Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan unilateral
* CI (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
* CII (Consultative) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
* GII (Group Decision) : Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.

Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti: apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah ini.

Normative Theory: Rules Designed To Protect Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973)

· Leader Information Rule: Jika kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.

· Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya partisipasi tertinggi.

· Unstructured Problem Rule: Jika kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.

· Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.

· Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.

· Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling partisipatif.

· Acceptance Priority Rule: Jika persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang paling partisipatif.

Model ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.

Hal-hal yang harus diperhatikan :

1. Beberapa proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah
2. Spesifikasi kriteria untuk menilai keefektifan keputusan Yang termasuk dalam keefektifan keputusan antara
lain : kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan pertimbangan waktu.
3. Kerangka untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik
4. Variabel diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan

e. Teori kepeimpinan dari Konsep Contingency Theory of Leadership dari Fiedler

Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.

Model Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) . Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73).

Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.

Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:

1. Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.

2. Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi / lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:

a. Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power)
Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan ini berbeda dengan sumber kekuasaan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah / dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).

b. Struktur tugas (task structure)
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat diperinci secara jelas dan orang-orang diberikan tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas atau kabur.

c. Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader-member relations)
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin. Kekuasaan atas dasar kedudukan / jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha / organisasi selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya (hubungan yang baik antara pemimpin-anggota).

Berdasarkan ketiga variabel ini Fiedler menyusun delapan macam situasi kelompok yang berbeda derajat keuntungannya bagi pemimpin. Situasi dengan dengan derajat keuntungan yang tinggi misalnya adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota baik, struktur tugas tinggi, dan kekuasaan kedudukan besar. Situasi yang paling tidak menguntungkan adalah situasi dimana hubungan pemimpin-anggota tidak baik, struktur tugas rendah dan kekuasaan kedudukan sedikit.

f. Teori kepemimpinan dari Konsep Path Goal Theory

Path-Goal Theory atau model arah tujuan ditulis oleh House (1971) menjelaskan kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk pencapaian tujuan para pengikutnya. Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971).
1.      Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok:
Supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat)
2.      Directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedurdan petunjuk yang ada),
3.      Participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan)
4.      Achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
Contohnya dalam kehidupan sehari-hari : Seorang direktur akan mengadakan rapat terlebih dahulu jika akan menjalin hubungan kerja dengan perusahaan lain. Sehingga dengan demikian sang direktur akan meminta bawahannya untuk mengadakan rapat dan membahas tentang apa yang akan dipresentasikan di depan kliennya. Dan setelah itu sang direktur pun akan memutuskan dan memberikan perintah kepada bawahannya untuk bekerja semaksimal mungkin akan pekerjaan tersebut dan sesuai apa yang telah diperintahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Robbins, S.P & Judge, T.A.2008. Perilaku organisasi. Jakarta : Salemba Empat.

Purwanto, Djoko.2006. Komunikasi Bisnin. Jakarta : Erlangga.

Sutikno, R.J.2007. The power of empathy in leadership. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Ungirwalu, M.S.(2012). Kepemimpinann partsipatif. Jurnal Ilmu Administrasi dan Sosial. Vol 1 No 1 April 2012. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNMUS.

Rabu, 21 Oktober 2015

TUGAS SOFTSKILL PSIKOLOGI MANAJEMEN 3 ; KEKUASAAN

Nama  : Dian Eriyany (12513362)
Kelas  : 3PA08



BAB I
PENDAHULUAN
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Apa yang akan kamu lakukan jika kamu memiliki kekuasaan?
Tentu menjadi power bagi dirimu dalam mempengaruhi orang lain :)
So .. Apa yang dimaksud dengan kekuasaan? Yuk kita bahas dibawah ini.

BAB II
TEORI
  1. Definisi Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Pengertian kekuasaan secara umum adalah ‘’kemampuan pelaku untuk mempengaruhi tingkah laku pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku pelaku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan’’ (Harold D. Laswell, 1984:9). Sejalan dengan itu, dinyatakan Robert A. Dahl (1978:29) bahwa ‘’kekuasaan merujuk pada adanya kemampuan untuk mempengaruhi dari seseorang kepada orang lain, atau dari satu pihak kepada pihak lain’’.Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada UU (objek dari kekuasaan).
Konsepsi mengenai sumber kekuasaan yang telah diterima secara luas adalah dikotomi antara “position power” (kekuasaan karena kedudukan) dan “personal power” (kekuasaan pribadi). Menurut konsep tersebut, kekuasaan sebagian diperoleh dari peluang yang melekat pada posisi seseorang dalam organisasi dan sebagian lagi disebabkan oleh atribut-atribut pemimpin tersebut serta dari hubungan pemimpin – pengikut.
Termasuk dalam position power adalah kewenangan formal, kontrol terhadap sumber daya dan imbalan, kontrol terhadap hukuman, kontrol terhadap informasi, kontrol ekologis. Sedangkan personal power berasal dari keahlian dalam tugas, persahabatan, kesetiaan, kemampuan persuasif dan karismatik dari seorang pemimpin (Gary Yukl,1996:167-175). Dengan bahasa yang sedikit berbeda, Kartini Kartono (1994:140) mengungkapkan bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal dari
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagau subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada Undang-Undang (objek dari kekuasaan).
Kebanyakan sarjana berpangkal tolak dari perumusan sosiolog Max Weber dalam bukunya Wirtschaft and Gessellhaft (1992) yaitu:
Kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hunungan social, melaksanakan kemauan sendiri sekalipunmengalami perlawanan, dan apapun dasar kemampuan ini (Macht Beduetet jede chance innerhalb einer soziale Bezeihung den elegenen Willen durchzusetchen auch gegen Widerstreben durchzustzen, gleichviel worauf diese chance beruht)

Menurut Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan yang definisinya sudah menjadi rumusan klasik :

Kekuasaan adalah suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain kearah tujuan dari pihak pertama (power is a relationship in which one person or group is able to determine the action of another in the direction of the former’s own ends)

Definisi serupa juga dirumuskan oleh seorang ahli kontemporer Barbara Goodwin (2003) :
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengakibatkan seseorang bertindak dengan cara yang oleh yang bersangkutan tidak akan dipilih, seandainya ia tidak dilibatkan. Dengan kata lain memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya (force is the ability to cause someone to act in a way which she would not choose, left to herself. In other words to force someone to do something against her will)


  1. Sumber-sumber Kekuasaan Menurut French dan Raven
Thoha (2009:332-333) mengemukan tentang perkembangan sumber kekuasaan dari pandangan French dan Raven. Dimana dalam penelitian lanjutan Raven bekerja sama dengan Kruglanski menambahkan kekuasaan keenam yaitu kekuasaan informasi (information power). Berikutnya pada tahun 1979, Hersey dan Goldsmith mengusulkan kekuasaan yang ketujuh yaitu kekuasaan hubungan (connection power).
a) Reward power: controlling reward that will induce other to comply with the power-wielder’s wishes; Kekuasaan penghargaan merupakan kekuasaan yang berasal dari kemampuan seorang pemimpin untuk memberikan penghargaan, yang merupakan sesuatu yang berarti dan dibutuhkan, kepada mereka yang membutuhkan.Dengan kata lain, kekuasaan penghargaan berkaitan dengan kemampuan seorang pemimpin untuk memepengaruhi bawahan dengan memberikan ganjaran atas perilaku mereka yang positif atau perilaku yang sesuai dengan yang dikehendaki pemimpin.
Letak kekuatan dari kekuasaan ini bergantung pada daya pikat dan tingkat kepastian akan kontrol seorang pemimpin atas ganjaran tersebut. Yulk (2010:178) mengemukakan salah satu bentuk kekuasaan memberikan penghargaan terhadap bawahan adalah wewenang memberikan kenaikan gaji, bonus atau insentif ekonomi yang pantas bagi bawahan.
b) Coercive power (Kuasa Paksaan) : having control of potentially punishing resources that will induce other to avoid them; kemampuan untuk menghukum atau memperlakukan seseorang yang tidak melakukan permintaan atau perintah. Diperoleh dari salah satu kapasitas untuk membagikan punishment pada mereka yang tidak mematuhi permintaan atau perintah. Kekuasaan ini juga bisa dibilang kekuasaan karena rasa takut oleh seseorang yang memiliki kuasa dalam suatu hal. Karena hal itulah orang-orang yang menjadi bawahan atau pengikutnya, menjadi tunduk dan mau untuk melakukan perintah yang diberikan oleh orang yg berkuasa itu. Karena jika mereka tidak mengikuti apa yang diperintahkan, maka bawahan/pengkutnya tersebut akan mendapatkan sebuah hukuman. Contoh dari Coercive power adalah : misal, seorang atasan memberikan pemotongan gaji terhadap karyawan/bawahannya, karena bawahaanya tersebut telah melanggar peraturan perusahaan, bahkan jika kesalahan bawahannya tersebut fatal, maka si atasan akan melakukan pemecatan terhadapnya, atau seorang guru memberikan hukuman terhadap siswanya, dengan memberikan tugas yang banyak. Menurut Molm, 1987,1988 Seseorang juga menggunakan Coersive untuk mempengaruhi anggota grup lain, walaupun kebanyakan orang lebih memilih untuk menggunakan reward power daripada coersive power jika keduanya tersedia.
c) Expert power (Kekuasaan Pakar) : having knowledge that others want to themselves so much that they will be induced to comply with the power-wielder so as to acquire the knowledge or benefit from it; Pengaruh berdasar pada kepercayaan target bahwa pemegang kekuatan memiliki keahlian dan kemampuan yang superior dalam bidangnya. Seseorang yang memang ahli dalam bidangnya, akan mudah untuk menguasai/ mempengaruhi orang lain.Para anggota dalam suatu kelompok, pasti memiliki skill dan kemampuan yang berbeda. Maka dari itulah, suatu kelompok tercipata untuk saling melengkapi kekurangan anggota kelompki lainnya. Namun pada dasarnya, French dan Raven seseorang tidak perlu menjadi ahli untuk mendapatkan kekuatan ahli. Orang tersebut hanya perlu diterima oleh orang lain sebagai seorang yang ahli (Kapolwitz,1978; Littlepage & Mueller,1997). Sebenarnya, seseorang tidak harus memaksakan diri untuk menjadi seseorang yang ahli. Karena, sebenarnya kemampuan apapun yang kita miliki, tidak hanya kita yang menilai, tapi kita pun perlu penilaian dari orang lain. Contoh dari expert power adalah : seorang pasien percaya pada hasil diagnose dokter atas pentakit yang dideritanya, seseorang percaya pada seorang ilmuwan pada bidang, karena ilmuwan tersebut telah membuktikan hasil penelitiaanya.
d) Legitimate power (Kuasa yang sah) : having authority conferred by holding a position in organization that is recognized by others as having a legitimate right to obedience; Pemimpin memperoleh hak dari pemegang kekuatan untuk memerlukan dan menuntut ketaatan. Seseorang yang telah memiliki legitimate power, akan menuntut bawahan atau pengikutnya untuk selalu taat pada peraturannya. Karena legitimate power memiliki definisi lain, yaitu kekuatan yang bersumber dari otoritas yang dapat dipertimbangkan hak untuk memerlukan dan pemenuhan perintah. Contoh dari Legitimate Power adalah : Pegawai polisi mengatakan penonton untuk pindah jika berada dalam suatu konser/pertunjukan musik, dosen menunggu isi kelas diam dan tenang sebelum mengajarkan materinya.
e) Referent power (Kekuasaan Rujukan) : when a power holder has personal charisma, or ideas and beliefs so admired by others that they are induced by the opportunity to be not only associated with the power holder but, insofar as possible, to become more like him or her. Pengaruh yang didasarkan pada pemilikan sumber daya atau ciri pribadi yang diinginkan oleh seseorang, berkembang dari rasa kagum terhadap orang lain, untuk menjadi seperti orang yang dikaguminya itu, dikarenakan adanya karisma. Selain itu, Referent power juga menjelaskan bagaimana charismatic leader (seberapa tinggi komitmen anggota tersebut pada kelompoknya) mengatur untuk menggunakan banyak kontrol dalam grup mereka. Siapakah anggota yang paling baik, paling disukai, paling dihargai dsb. Contoh dari referent power adalah : Misalnya seorang pengikut dalam suatu kelompok, sangat mengagumi ketua kelompoknya, karena ketua kelompoknya tersebut memiliki pribadi yang kompeten, baik hati, bersikap mengayomi kepada semua pengikutnya, dan tidak pernah bersikap otoriter.

BAB III
SUMBER

  1. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2005. Psikologi Sosial : Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta : Balai Pustaka.
  2. Budiardjo, Miriam. Prof. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
  3. Budiarjo, M. 1984. Konsep Kekuasaan: Tinjauan Kepustakaan. Jakarta: Sinar Harapan.
  4. Gordon, J. R. 1991. A Diagnostic Approach to Organizational Behavior. Boaston: Allyn and Bacon.
  5. Hamalik, O. 2010. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
  6. Hanson, E. M. 2003. Education Administration and Organizational Behavior 7th Edition. United States of America: Pearson Education, Inc.
  7. Hoy, W. K. dan Miskel, C. G. 2005. Educational Administration: Theory, Research, and Practice 7th Edition. New York: McGray Hill.
  8. Thoha, M. 2009. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
  9. Budiarjo, M. 1984. Konsep Kekuasaan: Tinjauan Kepustakaan. Jakarta: Sinar Harapan.

Rabu, 14 Oktober 2015

Mempengaruhi Perilaku



BAB I
PENDAHULUAN
Perspektif biologis menekankan sejumlah fakta biologis yang berkaitan dengan berbagai perilaku. Pikiran, perasaan, dan factor genetika yang juga berkontribusi mempengaruhi perilaku. Kemudian ada psikologi evolusi yang menekankan pada cara lingkungan dan sejarah seseornag mempengaruhi perilakunya. Dua pembahasan diatas mewakili kita mengenai pengaruh perilaku. Kita akan membahas mengenai apa itu pengaruh dan perilaku.
Pengertian pengaruh yang kita dapat adalah : pengaruh/pe·nga·ruh/ n daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. Sedangkan mempengaruhi adalah : memengaruhi/me·me·nga·ruhi/ v  berpengaruh pada. Jadi, dapat disimpulkan, hal yang mempengaruhi perilaku adalah hal yang berpengaruh dalam perilaku, seperti yang sudah kita bahas diatas, bisa factor dari dalam seperti genetika, pikiran, serta perasaan, dan factor dari luar seperti lingkungan dan sejarah seseorang akan suatu kejadian.
Kita memiliki beberapa pengertian perilaku lainnya, yaitu :
1.      Sekumpulan stimulus yang muncul atas sekumpulan respons
2.      Sekumpulan perbuatan yang dilakukan seseorang dalam bentuk yang lebih luas dan berkesinambungan
3.      Sekumpulan kejadian atau peristiwa yang dipicu oleh gerakan dan aktivitas tubuh
4.      Sekumpulan kondisi atau respons yang disengaja atau pun sikap yang tidak direncanakan.











BAB II
TEORI
1.      Definisi pengaruh
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:849) Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Ada beberapa definisi pengaruh lain menurut beberapa tokoh :
a.       Pengertian Pengaruh Menurut Norman Barry
Pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang jika seorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya
.
b.      Pengertian Pengaruh Menurut M. Suyanto
Pengaruh merupakan nilai kualitas suatu iklan melalui media tertentu.
c.       Pengertian Pengaruh Menurut Albert R. Roberts & Gilbert
Pengaruh adalah wajah kekuasaan yang diperoleh oleh orang ketika mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan
.
d.      Pengertian Pengaruh Menurut Bertram Johannes Otto Schrieke
Pengaruh merupakan bentuk dari kekuasaan yang tidak dapat diukur kepastiannya

2.      Kunci-Kunci Perubahan Perilaku
Perubahan merupakan peralihan kondisi yang tadinya buruk, menjadi baik. Masyarakat yang berubah adalah masyarakat yang terdiri dari individu berkepribadian (personality) baik. Personality tidak dibentuk dari performance dan style seseorang, melainkan dari adanya daya intelektual dan perbuatan. Selanjutnya, tidak hanya membentuk saja, tapi juga disertai upaya menjadikan personality tersebut berkualitas.
Kunci perubahan masyarakat adalah membentuk daya intelektual dan perbuatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sehingga terjadilah perubahan perilaku yang secara otomatis diikuti dengan perubahan masyarakat.
Perilaku yang akan menjadi kunci perubahan di masyarakat adalah sikap yang mampu melalui berbagai benturan dengan gemilang, adanya kepercayaan diri tanpa batas, dan tekad untuk terus berjuang hingga titik nadi. Perubahan masyarakat akan berimplikasi terhadap perubahan individu, karena di dalamnya ada interaksi sebagai kontrol sosial yang dapat mendidik manusia.
Secara definisi, masyarakat adalh kumpulan individu-individu yang salingberinteraksi dan memiliki komponen perubahan yang dapat mengikat satu individu dengan individu lain dengan perilakunya. Sedangkan perubahan merupakan peralihan kondisi yang tadinya buruk, menjadi baik. Masyarakat yang berubah adalah masyarakat yang terdiri dari satu individu kepribadian (personality) baik. Personality tidak dibentuk dari performance dan style seseorang, melainkan dari adannya daya intelektual dan perbuatan.
Sebagai contoh, apakah Mandra yang berwajah ‘agraris’ lebih baik dibandingkan dengan Rano Karno? Bandingkan Mahatma Gandhi dari kaum miskin yang mengubah masyarakat India menuju perubahan, sedangkan Maria Eva & Yahya Zaini dari kaum kaya yang dulunya dikatakan representasi suara masyarakat dengan perbuatan tak senonohnya yang membahayakan masyarakat, terutama generasi muda.
Oleh karena itu, kunci perubahan masyarakat adalah membentuk daya intelektual dan perbuatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sehingga terjadilah perubahan perilaku yang secara otomatis diikuti dengan perubahan masyarakat. Maka, persoalan kemiskinan bisa berubah jika terjadi perubahan perilaku di dalam masyarakat. Seperti yang disebutkan diatas personality itu sendiri, dan bentuk personality adalah perilaku.

3.      Bagaimana Mempengaruhi Prilaku: Berbagai Model
a)      Logical Argument  yaitu penyampaian ajakan menggunakan argumentasi sebuah data-data yang ditemukan. Hal ini telah disinggung oleh komponen data.
b)      Psychological atau Emotional Argument  yaitu pendekatan ajakan menggunakan efek emosi positif dan negatif. Misalnya saja dalam iklan yang menyenangkan, lucu dan maupun yang membuat kita berempati itu termasuk dalam menggunakan pendekatan Psychological Argument yang bersifat positif. Sedangkan iklan yang biasanya membuat kita muak, marah,  menjenuhkan,  itu termasuk pendekatan Psychological Argument dengan efek emosi yang negatif.
c)      Argument Based On Credibility yaitu ajakan atau arahan yang akan diikuti oleh comunnicate atau audiens, karena komukiator mempunyai kredibilitas sebagai pakar dalam bidang tersebut.
Menurut Burgon & Huffner (2002), terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan agar komunikasi persuasi menjadi lebih efektif. Maksudnya lebih efektif yaitu agar lebih berkesan dalam mempengaruhi orang lain. Beberapa pendekatan itu antaranya;
1.    Pendekatan berdasarkan bukti, yaitu mengungkapkan data atau fakta yang terjadi sebaga bukti argumentatif agar berkesan lebih kuat terhadap ajakan.
2.   Pendekatan berdasarkan ketakutan, yaitu menggunakan fenomena yang menakutkan bagi audience atau komunikate dengan tujuan mengajak mereka menuruti pesan yang diberikan komunikator. Misalnya, bila terjadi kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah maka pemerintah dengan pendekatan ketakutan dapat mempersuasi masyarakat untuk mencegah DBD.
3.   Pendekatan berdasarkan humor, yaitu menggunakan humor atau fantasi yang bersifat lucu dengan tujuan memudahkan masyarakat mengingat pesan karena mempunyai efek emosi yang positif. Contoh, iklan-iklan yang menggunakan bintang comedian atau menggunakan humor yang melekat di hati masyarakat.
4.   Pendekatan berdasarkan diksi, yaitu menggunakan pilihan kata yang mudah diingat (memorable) oleh audience/komunikate dengan tujuan membuat efek emosi positif atau negative. Misalnya, iklan rokok dengan dikasi “nggak ada loe nggak rame”.


4.      Wewenang dan Peran Wewenang dalam Manajemen
Wewenang merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan(legitimate power). Wewenang (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. wewenang dan kekuasaan sebagai metoda formal, dimana manajer menggunakannya untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi. Wewenang formal tersebut harus di dukung juga dengan dasar-dasar kekuasaan dan pengaruh informal. Manajer perlu menggunakan lebih dari wewenang resminya untuk mendapatkan kerjasama dengan bawahan mereka, selain juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan mereka.
Peran wewenang dalam manajemen.
a)      Wewenang lini (Linie authority) yaitu wewenang yang mengalir secara vertikal. Pelimpahan wewenang dari atas ke bawah dan pengawasan langsung oleh pemimpin kepada staf yang menerimanya.
b)      Wewenang staf (Staf authority) yaitu wewenang yang mengalir ke samping yaitu wewenang yang diberikan kepada staf khusus untuk membantu melancarkan tugas staf yang diberikan wewenang lini. Wewenang staf diberikan karena ada spesialisasi adanya tugastugas menegerial yang terkait dengan fungsi staf seperti pengawasan, pelayanan kepada staf, atau penasihat.












BAB III
SUMBER
1.      Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.
2.      Notoatmodjo, Soekidjo. 2003.pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
4.      Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
5.      Cholisin, M. Si dkk. 2006. Dasar-dasarIlmuPolitik. Yogyakarta : FISE UNY
6.      Nasikun. (1993). Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
7.      Munandar, A.S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
10.  Edgar, H Schein. (1991). Psikologi Organisasi. Jakarta. Pustaka Binaman Pressindo